Reporter: Bidara Pink, Siti Masitoh, Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) wajib pajak alias tax amnesty jilid II tinggal menghitung hari. Namun kebijakan ini belum serta merta menarik animo pengusaha untuk memanfaatkannya.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono memperkirakan, wajib pajak cenderung wait and see untuk ikut memanfaatkan fasilitas ini.
Sebab, data dan informasi wajib pajak yang bersumber dari Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan (Kemkeu) juga dimiliki dan digunakan oleh otoritas yang berwenang untuk melakukan penanganan tindak pidana.
Baca Juga: Berlaku Mulai 1 Januari 2022, Ini 4 Kebijakan Anyar PPh
Pada Pasal 22 ayat 2 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196 Tahun 2021, tindak pidana yang dimaksud yakni yang bersifat transactional organized crime meliputi narkotika, psikotropika, obat terlarang, terorisme, perdagangan manusia, dan/atau pencucian uang.
Adapun otoritas yang dimaksud, berwenang tetap dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Dalam konteks PPS, melihat dari implementasi tax amnesty 2016-2017, ketentuan tersebut akan riskan bagi wajib pajak yang melakukan money laundry, karena bisa dibawa ke ranah pidana," kata Prianto, Kamis (30/12).
Adapun PPS akan diselenggarakan pada 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Januari 2022. Salah satu tujuan dari pelaksanaan pengampunan pajak ini yakni untuk meningkatkan investasi, termasuk di pasar modal.
Baca Juga: Saham-Saham Sektor SDA dan EBT Bisa Kecipratan Dana Tax Amnesty Jilid II
Berdasarkan kajian Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kemenkeu, pemerintah mengincar harta kekayaan wajib pajak peserta tax amnesty jilid II sedikitnya mencapai Rp 1.346 triliun.
Angka tersebut berasal dari saldo atau nilai atas rekening wajib pajak yang belum diungkapkan sebesar Rp 670 triliun. Kemudian, penghasilan wajib pajak yang didapat dari bunga, penjualan, dan penghasilan di luar negeri senilai Rp 676 triliun.
Baca Juga: Dampak Tax Amnesty Jilid II ke Pasar SBN Akan Terbatas
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Kebijakan Publik Sutrisno Iwantono menilai banyak pengusaha dan masyarakat luas belum memahami aturan teknis tax amnesty jilid II ini.
"Agar menarik perhatian dan banyak yang ikut, perlu sosialisasi lebih agresif," kata Sutrisno.
Sementara Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasyid berjanji, Kadin akan mendorong anggota untuk mengikuti program ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News