kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Para akademisi lintas kampus menggagas pusat studi BUMN


Senin, 29 Juni 2020 / 11:08 WIB
Para akademisi lintas kampus menggagas pusat studi BUMN
ILUSTRASI. Kementerian BUMN RI - kontan seremonia online


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah akademisi mendorong lahirnya lembaga kajian diskusi yang bisa menjadi pusat studi BUMN sebagia media berdiskusi, bertukar informasi dan pentetahuan dalam mendukung tata kelala BUMN yang profesional. Dalam hal ini membuka peluang kolaborasi BUMN dan dunia akademis.

Pasalnya, BUMN merupakan salah pilar penting dari negara yang keberadaan dan perannya turut memengaruhi pencapaian tujuan bernegara yakni mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Hal itu terungkap dalam diskusi online sejumlah akademisi lintas kampus dalam membahas Tata kelola BUMN dan kepemimpinan Menteri Erick Thohir selama kurang lebih delapan bulan terakhir.

Dr. Mursalim Nohong, M,Si dari Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin berpandangan, program restrukturisasi manajerial BUMN yang dilakukan saat ini merupakan proyek jangka panjang yang tentu tidak bisa selesai dalam satu periode menteri sekaligus langkah awal dari sebuah kerangka milestones memperbaiki kondisi internal perusahaan-perusahaan plat merah  untuk mewujudkan BUMN yang bernilai bagi pemangku kepentingan.

Baca Juga: Hipmi: Sektor agribisnis belum mendapat stimulus yang cepat dan tepat

"Saya memberi semacam challenge kepada Menteri Erick Thohir agar restrukturisasi manajerial sekaligus memandatory struktur (Direksi dan Komisaris) yang terbentuk untuk secara bersama bergerak menuju BUMN pencipta nilai. Prinsip kerjanya adalah tetap mengedepankan profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran yang dibangun dalam mendorong perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yakni sistem ekonomi yang mengedepankan kerakyatatan dan kebangsaan," ujar ujar Mursalim dalam keterangannya, Senin (20/6)

Sedangkan akademisi dari Universitas Negeri Jember, Dr. Hari Sukarno,MM menyarankan kalau perlu dalam situasi pandemi Covid-19 seperti ini, Erick Thohir tidak sekedar melakukan inovasi dan kreatif tapi mulai berani melakukan akrobatik (out of the box) dalam menata BUMN yang penting memastikan bahwa tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dapat tercapai.

"Menteri Erick Thohir perlu mengedepankan soal kinerja dalam mengganti seorang Direksi BUMN. Jika melihat kinerjanya bagus dan trend-nya naik maka sebaiknya Direktur yang bersangkutan dipertahankan. Namun sebaliknya, jika muncul tanda-tanda yang mengarah pada kinerja mulai decline maka sebaiknya segera diganti agar BUMN tidak collaps lebih dulu baru diganti. Selain itu, rencana untuk merampingkan klaster BUMN dari 27 menjadi 12 klaster tidak serta-merta diartikan sebagai merger ataupun holding company tapi lebih pada orientasi mutualism symbiosis antar BUMN," papar Dr Hari Sukarno.

Baca Juga: Sebelum Kemenkes & Kemensos, Jokowi juga pernah marah ke menteri-menteri ini

Akademisi dari FEB-UNS Solo, Hery Sulstio melihat ada dua hal yang mesti menjadi frame dalam menata BUMN yakni pertama, aspek Makro tentang Good Governance Kebijakan Pengelolaan BUMN dan kedua, aspek Mikro tentang Good Corporate Governance BUMN.

"Oleh karena itu, ketika Menyusun peta jalan restrukturisasi, penting bagi Kementrian BUMN untuk melakukan sinkronisasi antara prinsip Good Governance Kebijakan Pengelolaan BUMN dan praktik Good Corporate Governance setiap BUMN, sehingga lima tujuan pengelolaan BUMN (pasal 2 UU BUMN) dapat tercapai secara proporsional sesuai dengan karakteristik industri dan perusahaan," paparnya.

Akademisi dari FEB-Unsyiah, Fakhruddin menyarankan restrukturisasi peran BUMN harus mampu menghadirkan negara di dalam kehidupan masyarakat. Peran negara dalam mengatasi berbagai permasalahan ekonomi seperti pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan dapat dilakukan melalui kegiatan usaha BUMN.

"Pada saat yang sama, BUMN harus mampu menyeimbangkan peran tersebut dengan kebutuhan menghasilkan keuntungan usaha," tambahnya.

Luthfi Nur Rosyidi, SE,MM, Ph.D Cand. dari FEB Unair melihat bahwa pemilihan bidang bisnis yang ditangani oleh BUMN harus mendapatkan perhatian utama. Laskap bisnis berubah semakin cepat, banyak BUMN yang didirikan untuk bergerak dalam satu bidang bisnis yang sekarang sudah tidak relevan lagi.

Bagi semua BUMN, khususnya yang industri nya sudah pada masa sunset, diperlukan CEO visioner yang mampu meredefinisikan bisnisnya dan juga mampu mentransformasikan perusahaan di lanskap baru tersebut. Selain itu, fakta bahwa 90% kebutuhan alkes dan bahan baku obat didapatkan dari impor adalah hal yang memprihatinkan.

"Masa pandemi ini membuktikan dua hal, pertama ketergantungan pasokan alkes dan bahan baku obat dari luar negeri membawa resiko besar bagi kemampuan negara untuk menjamin kesehatan warga. Kedua, selama masa pandemi ketika pasokan dari luar terhenti, ternyata muncul berbagai inovasi dan kreasi untuk mencoba mensubtitusi dan menambal gap antara supply & demand di bidang kesehatan," katanya.

Dirinya menambahkan, berbagai inovasi tersebut membuka mata kita bahwa sebenarnya kita mampu memenuhi sendiri kebutuhan di bidang kesehatan. Peluang ini harus ditangkap oleh BUMN untuk turut serta menjadi leading player dalam mentransformasikan ekonomi Indonesia, sehingga mandiri dalam bidang kesehatan, bahkan dapat turut mensupply kebutuhan dunia.

Baca Juga: Ini aturan yang ditabrak saat pejabat negara rangkap jabatan jadi komisaris BUMN

Di lain hal, Syamsul Anam Ilahi, SE,M,Ec.Dev, Akademisi dari FEB Universitas Halu Oleo berpandangan, BUMN memikul tiga beban penting sekaligus, memperoleh laba dari aktivitas usahanya, ikut serta memajukan kesejahteraan umum dan yang paling prinsip BUMN harus ikut memberi bentuk atas upaya negara dalam me-redistribusi sumber-sumber utama kekayaan negara.

Irisan atas tiga peran inilah yang membuat kompleksitas pengelolaan BUMN mengemuka. Percakapan publik perihal BUMN juga berpusat pada problem klasik tentang pengisian direksi dan komisaris yang kemudian berkelindan dengan soal politik sehari-hari.

"Ruang publik harusnya diisi dengan percakapan perihal peta jalan konsolidasi BUMN, bagaimana merubah pakem bisnis dari konsesi ke kompetisi, hingga soal bagaimana mendorong agar unit-unit ekonomi terkecil di dalam masyarakat seperti BUMDES bisa saling sinergi untuk maju bersama," tambahnya.

Atas kerangka pemikiran di atas, maka sejumlah akademisi tersebut mengagas suatu lembaga kajian diskusi yakni Pusat Studi BUMN sebagai media untuk berdiskusi, bertukar informasi dan pengetahuan serta melaksanakan riset yang sifatnya mendukung Tata kelola BUMN yang lebih baik dalam perpektif kepentingan Negara.

Pusat studi ini juga diharapkan mendorong kolaborasi antara BUMN dan Kampus untuk saling sinergi dalam mengembangkan potensi dan sumber daya bagi kemajuan bangsa melalui pengembangan sumber daya manusia,  penciptaan nilai tambah dan peningkatan produktifitas ekonomi.

Akademisi Lintas Kampus

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×