Reporter: Ratih Waseso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) resmi menetapkan tarif batas atas PCR test untuk wilayah Jawa-Bali sebesar Rp 275.000 dan Rp 300.000 untuk luar Jawa-Bali. Evaluasi tarif baru tersebut dilakukan Kemenkes bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kepala Biro Hukum dan Komunikasi BPKP Eri Satriana mengatakan, untuk pelaksanaan tarif batas atas PCR test di lapangan dilakukan oleh Kemenkes bersama Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota.
"Keikutsertaan BPKP dalam mengawal implementasi tarif baru PCR adalah ikut melakukan monitoring implementasi tarif baru PCR melalui seluruh perwakilan BPKP se Indonesia," kata Eri saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (7/11).
Selain itu, BPKP juga menyediakan tempat pengaduan masyarakat jika ditemukan implementasi tarif PCR test yang tidak sesuai dengan kebijakan terbaru.
Dari pengaduan masyarakat tersebut, Eri menjelaskan akan dilakukan analisa yang nantinya akan disampaikan sebagai masukkan pihak-pihak terkait melalui forum kordinasi antar lembaga pemerintah.
Baca Juga: Kemenkes dan BPKP tutup peluang tarif PCR yang rugikan masyarakat
"Pengaduan masyarakat bisa disampaikan lewat sarana yang ada saat ini melalui website BPKP terdapat laman pengaduan dan dapat melalui sarana lainnya," imbuhnya.
Sebagai informasi sesuai dengan tugas dan fungsi BPKP dalam kewenangannya khususnya dalam penetapan harga PCR adalah membantu Kemenkes melalui keahlian auditing atau profesional judgement para auditor secara bersama dengan kementrian tersebut dalam menghitung tarif yang akan ditetapkan.
Sebelumnya Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Abdul Kadir menjelaskan pengawasan dan pembinaan rumah sakit dan laboratorium yang melakukan pemeriksaan PCR mengenai pelaksanaan batas tarif tertinggi dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Apabila ditemukan rumah sakit atau laboratorium yang tidak melaksanakan aturan tersebut, Kadir menyebut akan dilakukan teguran secara lisan, tertulis hingga sanksi penutupan fasilitas kesehatan.
"Bilamana dengan pembinaan itu untuk mengikuti ketentuan tarif belum dilaksanakan, maka sanksi terakhirnya adalah penutupan laboratorium dan pencabutan izin operasional," ujarnya.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menganalogikan, tinggi dan langkanya stok masker dan APD di awal pandemi yang juga berpengaruh terhadap harga saat itu. Namun kondisi ini berangsur-angsur membaik dengan semakin bertambahnya produsen masker dan APD seiring berjalannya waktu.
Demikian juga dengan reagen Swab RT-PCR, dimana pada saat awal hanya terdapat kurang dari 30 produsen yang ada di Indonesia.
Namun saat ini sudah terdapat lebih dari 200 jenis reagen Swab RT-PCR yang masuk ke Indonesia dan mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan dengan harga yang bervariasi. Nadia menyebut, artinya sudah terjadi persaingan variasi dan harga untuk komponen reagen Swab RT-PCR.
Perhitungan biaya pengambilan dan pemeriksaan RT-PCR, terdiri dari komponen-komponen jasa pelayanan/SDM, komponen reagen dan bahan habis pakai (BHP), komponen biaya administrasi, Overhead, dan komponen biaya lainnya yang disesuaikan dengan kondisi saat ini.
“Reagen merupakan komponen harga paling besar dalam pemeriksaan swab RT-PCR, mencapai 45-55%” jelas Nadia.
Selanjutnya: Jokowi jalani karantina mandiri selama 3 hari usai kunjungan dari luar negeri
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News