Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Pemerintah dinilai perlu untuk mengubah strategi dan orientasi program pengampunan pajak. Meskipun, jika melihat realisasi tax amnesty di periode pertama terlihat cukup baik.
Ditandai dengan jumlah uang tebusan yang mencapai Rp 94 trilun. Jumlah itu setara dengan 0,75% dibandingkan nilai Produk Domestik Bruto (PDB).
Menurut Bawono Kristiaji, partner tax research and training services Danny Darussalam Tax Center (DDTC), pencapaian di periode pertama itu sulit dicapai di periode ke-2 dan ke-3.
Oleh karenanya, target yang dipatok juga tidak boleh sama. Jika periode pertama pemerintah fokus mengejar nilai penerimaan pajak dari pembayaran uang tebusan, pada periode selainjutnya pemerintah lebih baik fokus pada pengembangan basis pajak.
"Pemerintah harus lebih fokus pada perluasan basis data dan jumlah partisipan," ujar Bawono, Rabu (23/11).
Caranya, dengam mengefektifkan sosialisasinya. Misalkan dengan memperluas kerjasama dengan berbagai pihak serta melakukan segmnetasi dan klusterisasi wajib pajak yang menjadi objek sosialisasi.
Menurutnya, program tax amnesty ini harus bisa mendorong perluasan basis pajak. Jangan sampai hanya mengamankan di target penerimaan pajak tahun berjalan saja.
Adapun menurut perhitungan DDTC, tahun ini penerimaan pajak yang akan tercapai diperkirakan hanya sebesar Rp 1.148,8 triliun, atau sekitar 84,8% dari target APBN-P tahun 2016 yang dipatok sebesar Rp 1.355,2 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News