kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pakar hukum perbankan sebut kasus HYPN tidak tepat dibawa ke ranah pidana


Sabtu, 12 Juni 2021 / 11:08 WIB
Pakar hukum perbankan sebut kasus HYPN tidak tepat dibawa ke ranah pidana
ILUSTRASI. Pakar hukum perbankan sebut kasus HYPN tidak tepat dibawa ke ranah pidana


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pakar Hukum Perbankan Yunus Husein mengatakan pandemi Covid-19 berdampak pada semua sektor perekonomian, tak terkecuali pada sektor perbankan dan investasi. 

Yunus menyebut pemerintah bahkan mengeluarkan dana mencapai triliunan rupiah untuk restrukturisasi serta melakukan penyelamatan kredit dari perbankan.

"Kalau bank gelap itu bukan begitu produknya, harus simpanan tabungan giro atau yang sejenisnya. Nah kalau promosorry note kan jelas KUHD 174 (Kita Undang Undang Hukum Dagang), unsurnya jelas dan private placement utang piutang gitu,” ujar Yunus dalam keterangannya, Jumat (11/6). 

Penyandang gelar doktor dalam bidang Ilmu Hukum dari Universitas Indonesia (UI) ini melanjutkan, jika dilakukan secara bilateral dalam bentuk High Yield Promissory Notes (HYPN) maka akan dilakukan pelunasan dari pihak-pihak yang menyelenggarakan perusahaan.

Baca Juga: KB Kookmin Bank bakal tuntaskan NPL masa lalu KB Bukopin (BBKP)

"Nah krisis sekarang ini banyak yang susah bayar bunga dan para investor melaporkan penyelenggaranya sebagai bank gelap," kata pria yang pernah menjabat sebagai Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ini.

Menurut Yunus hal itu tidak tepat mengingat HYPN bukan merupakan perbankan. Perbankan merupakan suatu lembaga yang produknya harus simpanan dalam bentuk tabungan atau giro.

"Kalau memang dilaporkan bank gelap, kenapa tidak dari dulu? Padahal sudah terima bunga cukup lama, kenapa baru sekarang?" kata Yunus mempertanyakan.

Menurutnya pada kasus HYPN IOI ini sepatutnya tidak perlu dibawa ke ranah pidana. Ia menilai hal ini terlalu prematur. "Apalagi jika langkah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sudah ada keputusan Promissory notes (PN)," kata alumnus International Legal Studies dari Washington College of Law, The American University, ini.

Baca Juga: Kuasa hukum IOI sebut produk HYPN bukan persoalan perbankan, ini penjelasannya

Sementara itu, jika nasabah membawa permasalahan ke hukum pidana maka akan merugikan kedua belah pihak. "Kalaupun dipaksakan dipidana kreditur tidak bisa membayarkan cicilannya, semua akan berhenti. Menang jadi arang kalah jadi abu," ucapnya.

Sebelumnya, kuasa hukum  PT IndoSterling Optima Investa (IOI), Hasbullah, menyatakan produk HYPN yang kini diperkarakan secara pidana sesungguhnya bukan masuk ke dalam ranah hukum perbankan.

Produk yang sudah dijalankan sejak 2012 dalam lingkup terbatas ini pada dasarnya merupakan perjanjian utang-piutang antara IOI dan kreditur.

“Jadi sangat tidak tepat untuk mengaitkan produk HYPN ini sebagai mekanisme pengumpulan dana masyarakat. Ini adalah suatu bentuk utang piutang yang diberikan kreditur kepada IOI untuk dilakukan kegiatan usaha yang merujuk pada perjanjian,” katanya.

Selanjutnya: Putusan Pailit, Kresna Life Mengajukan Upaya Peninjauan Kembali

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×