Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli
Egi pun menyoroti transparansi dan akuntabilitas dalam belanja influencer ini. Menurut dia, publik berhak tau kebijakan apa yang disosialisasikan pemerintah menggunakan influencer. "Lalu bagaimana pemerintah menentukan bahwa sebuah isu atau kebijakan memang membutuhkan influencer," kata dia.
Selanjutnya, bagaimana pemerintah menentukan individu yang digunakan sebagai influencer.
Terakhir, ia juga mempertanyakan peran instansi kehumasan yang dimiliki pemerintah dengan maraknya penggunaan influencer ini. "Informasi yang disampaikan oleh para influencer tidak selalu valid, tidak jarang justru menyebarkan misinformasi," kata dia.
Baca Juga: Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak KPK tangani kasus jaksa Pinangki
Egi menilai tren penggunaan influencer dapat membawa pemerintah pada kebiasaan mengambil jalan pintas. Misalnya, guna memuluskan sebuah kebijakan publik yang tengah disusun, maka pemerintah menggunakan jasa influencer untuk memengaruhi opini publik.
"Hal ini tidak sehat dalam demokrasi karena berpotensi mengaburkan substansi kebijakan yang tengah disusun dan kemudian berakibat pada tertutupnya ruang percakapan publik," kata Egi. (Ihsanuddin)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "ICW Nilai Pemerintahan Jokowi Tak Percaya Diri hingga Pakai Influencer"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News