Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peneliti Indonesia Corruption Watch ( ICW) Egi Primayogha menilai, Presiden Joko Widodo tidak percaya diri dengan program dan kebijakannya. Hal tersebut terlihat dari upaya pemerintah menggelontorkan banyak anggaran untuk influencer.
"Jokowi tidak percaya diri dengan program-programnya hingga harus menggelontorkan anggaran untuk influencer," kata Egi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (21/8/2020).
ICW mencatat, pemerintah pusat menggelontorkan dana mencapai Rp 90,45 miliar untuk influencer. Data tersebut merupakan belanja pemerintah dari tahun 2017-2020 yang dihimpun ICW dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Baca Juga: Mengintip gaji petugas imigrasi lulusan SMA di Kemenkumham
Egi mengatakan, ICW menggunakan kata kunci influencer dan key opinion leader dalam melakukan pencarian anggaran di LPSE. Hasilnya, terdapat jumlah paket pengadaan mencapai 40 dengan kata kunci tersebut sejak 2017.
Pada 2017, ada lima paket pengadaan dengan nilai Rp 17,68 miliar. Lalu jumlahnya meningkat pesat menjadi Rp 56,55 miliar untuk 15 paket pengadaan pada 2018.
Pada tahun selanjutnya, jumlahnya menurun ke angka Rp 6,67 miliar untuk 13 paket pengadaan.
Terakhir, pada tahun 2020 ini, sudah ada 9,53 miliar yang dihabiskan untuk tujuh paket pengadaan. Instansi yang paling banyak menghabiskan anggaran untuk influencer adalah Kementerian Pariwisata dengan pengadaan 22 paket dan anggaran Rp 77,6 miliar.
Selanjutnya secara berturut-turut ada Kementerian Komunikasi dan Informatika Rp 10,83 miliar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rp 1,6 Miliar, Kementerian Perhubungan Rp 195,8 juta serta Kementerian Pemuda dan Olahraga Rp 150 juta.
Baca Juga: Pimpinan KPK: Independensi KPK tidak akan tergerus hanya karena gaji
Selain kata kunci influencer, ICW juga melakukan penelusuran di LPSE dengan kata kunci lainnya yang berkaitan dengan aktivitas digital. Kata kunci yang digunakan yakni media sosial, konsultan komunikasi, kampanye online, media, kampanye digital, media online, YouTube , dan branding.
Hasilnya, ditemukan anggaran mencapai Rp 1,29 triliun untuk berbagai aktivitas digital tersebut, dengan anggaran terbesar Rp 1,16 triliun untuk kata kunci "media sosial".
Egi pun menyoroti transparansi dan akuntabilitas dalam belanja influencer ini. Menurut dia, publik berhak tau kebijakan apa yang disosialisasikan pemerintah menggunakan influencer. "Lalu bagaimana pemerintah menentukan bahwa sebuah isu atau kebijakan memang membutuhkan influencer," kata dia.
Selanjutnya, bagaimana pemerintah menentukan individu yang digunakan sebagai influencer.
Terakhir, ia juga mempertanyakan peran instansi kehumasan yang dimiliki pemerintah dengan maraknya penggunaan influencer ini. "Informasi yang disampaikan oleh para influencer tidak selalu valid, tidak jarang justru menyebarkan misinformasi," kata dia.
Baca Juga: Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak KPK tangani kasus jaksa Pinangki
Egi menilai tren penggunaan influencer dapat membawa pemerintah pada kebiasaan mengambil jalan pintas. Misalnya, guna memuluskan sebuah kebijakan publik yang tengah disusun, maka pemerintah menggunakan jasa influencer untuk memengaruhi opini publik.
"Hal ini tidak sehat dalam demokrasi karena berpotensi mengaburkan substansi kebijakan yang tengah disusun dan kemudian berakibat pada tertutupnya ruang percakapan publik," kata Egi. (Ihsanuddin)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "ICW Nilai Pemerintahan Jokowi Tak Percaya Diri hingga Pakai Influencer"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News