kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pajak untuk perusahaan raksasa digital dibahas di G20, ini kata pemerintah


Kamis, 22 Maret 2018 / 20:27 WIB
Pajak untuk perusahaan raksasa digital dibahas di G20, ini kata pemerintah
ILUSTRASI. Suahasil Nazara, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membawa beberapa isu terkait perekonomian global dan domestik dari pertemuan G20 di Argentina, termasuk di antaranya pajak untuk ekonomi digital.

Dia menyampaikan bahwa framework inklusif pada Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) - OECD dalam hal ini diharapkan menyampaikan rekomendasi kebijakan yang akan dilakukan secara bersama dalam menghadapi era digital ekonomi.

Sebab, semua negara menghadapi hal yang sama, yaitu digitalisasi ekonomi yang sudah dan akan semakin terjadi.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengatakan, dalam hal ini, Indonesia tidak berada dalam posisi (stance) menunggu Inclusive Framework merekomendasikan kebijakan, tetapi Indonesia juga tidak memilih jalan keluar sendiri

“Indonesia aktif di forum global untuk memberi warna konsensusnya. Jadi tidak cuma menunggu,” kata Suahasil kepada KONTAN, Kamis (22/3)

Indonesia masih belum punya hukum terkait hal ini. Namun, menurut Suahasil, Indonesia menyadari bahwa Indonesia memiliki basis pasar dan pengguna yang besar.

“Stance Indonesia adalah memperjuangkan hak pemajakan yang adil, bukan hanya bagi negara dari penghasil dan penyedia teknologi tersebut, tapi juga hak pemajakan dari Indonesia sendiri sebagai pasar,” ujarnya.

“Indonesia aktif mengikuti pertemuan dan diskusi-diskusi internasional tentang hal ini dalam rangka memperjuangkan hal tersebut,” lanjutnya.

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Kementerian Keuangan John Hutagaol mengatakan, sejauh ini Indonesia dapat memajaki Pajak Penghasilan (PPh) dari perusahaan-perusahaan digital seperti over the top tersebut berdasarkan tax treaty, UU PPh, dan aturan pelaksanaannya.

“Indonesia telah memiliki 67 tax treaty yang sudah berlaku efektif,” kata John kepada KONTAN.

Meski begitu, yang saat ini penting untuk dirumuskan dan masih menggantung adalah kompleksitas pada penetapan dari segi nilai tambah atau PPN-nya. Sri Mulyani bilang, semua negara menghadapi hal yang sama, yaitu tantangan teknis dan politis bagaimana memperlakukan pajak yang adil dan efektif terhadap ekonomi digital dan e-commerce.

“Memang ada manfaatnya, tetapi ada ancaman dari segi perpajakan, yakni erosi basis pajak dan kompleksitas penetapan di mana nilai tambahnya,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×