kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.440.000   -4.000   -0,28%
  • USD/IDR 15.339   1,00   0,01%
  • IDX 7.829   -2,64   -0,03%
  • KOMPAS100 1.196   2,88   0,24%
  • LQ45 970   3,33   0,34%
  • ISSI 228   0,02   0,01%
  • IDX30 495   1,66   0,34%
  • IDXHIDIV20 597   3,35   0,56%
  • IDX80 136   0,44   0,33%
  • IDXV30 140   0,56   0,40%
  • IDXQ30 166   1,10   0,67%

Pajak Bangun Rumah Sendiri Ikut Naik pada 2025, Beban Masyarakat Bertambah


Senin, 16 September 2024 / 18:49 WIB
Pajak Bangun Rumah Sendiri Ikut Naik pada 2025, Beban Masyarakat Bertambah
ILUSTRASI. Tarif pajak pertambahan nilai (PPN) atas kegiatan membangun sendiri (KMS) bakal naik menjadi 2,4% pada tahun 2025 dari sebelumnya sebesar 2,2%


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Masyarakat Indonesia harus bersiap merogoh kocek yang dalam apabila berencana membangun rumah sendiri.

Pasalnya, akan ada beberapa kenaikan tarif pajak yang akan ikut mempengaruhi beban masyarakat saat membangun rumah.

Sebut saja, tarif pajak pertambahan nilai (PPN) atas kegiatan membangun sendiri (KMS) bakal naik menjadi 2,4% pada tahun 2025 dari sebelumnya sebesar 2,2%.

Baca Juga: Dampak Pungutan Pajak 2,4% Bagi yang Bangun Rumah Sendiri Terhadap Daya Beli

Kenaikan tarif PPN KMS tersebut sejalan dengan rencana kenaikan tarif PPN umum menjadi 12% mulai Januari 2025 sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Seperti yang diketahui, tarif PPN untuk KMS dihitung berdasarkan besaran tertentu yang merupakan hasil dari perkalian 20% dengan tarif PPN umum sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU PPN.

Nah, tarif PPN KMS yang berlaku saat ini adalah sebesar 2,2% yang merupakan hasil dari 20% dikali tarif PPN umum sebesar 11%.

Dengan begitu, ketika tarif PPN umum benar-benar akan naik menjadi 12% mulai 2025, maka tarif PPN KMS juga akan ikut meningkat menjadi 2,4%. Namun, pengenaan PPN KMS ini hanya akan berlaku pada kegiatan membangun sendiri dengan kriteria luas bangunan 200 meter per segi atau  lebih. Artinya, di bawah luas tersebut tidak akan terkena PPN KMS.

Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman mengatakan kenaikan PPN KMS dari 2,2% menjadi 2,4% akan membebani masyarakat yang sedang membangun rumah. 

"Ketentuan ini akan memberatkan masyarakat yang memiliki kemampuan pas-pasan. Masyarakat dipaksa untuk membayar PPN," ujar Raden kepada Kontan.co.id, Senin (16/9).

Terlebih lagi, kata Raden, beban masyarakat tidak hanya dari PPN KMS saja. Mulai tahun depan, tarif PPN naik dari 11% menjadi 12%. Hal ini tentu saja dikenai untuk semua material bahan bangunan. Alhasil, harga bahan bangunan akan naik karena kenaikan tarif PPN.

Baca Juga: Bangun Rumah Sendiri Kena PPN, Stafsus Sri Mulyani: Untuk Keadilan

"Dengan demikian, tahun depan membangun rumah akan lebih mahal," katanya.

Dengan kondisi tersebut, dirinya sepakat jika pemerintahan selanjutnya menunda kenaikan tarif PPN. Meski sudah diamanatkan dalam UU HPP, pemerintah baru dapat membatalkan atau menunda kenaikan ini dengan cara menerbitkan Perppu. 

"Namun, usul saya bukan hanya menunda, tetapi membatalkan dan mengembalikan tarif PPN ke 10%," tegasnya.

Salah satu alasan penundaan kenaikan tarif yaitu keadaan ekonomi Indonesia sedang kurang baik. Ini berdasarkan angka Pemutusan Hubungan Kerja di tahun 2024 yang sedang tinggi. 

Dirinya memperkirakan, gelombang PHK akan meningkat di tahun 2025 disebabkan oleh tingkat ekonomi global yang sedang melandai. IMF memperkirakan tingkat pertumbuhan ekonomi dunia sekitar 3,2%. Pertumbuhan ekonomi dunia yang kurang baik akan berdampak bagi permintaan produk-produk ekspor yang diproduksi di Indonesia.

Raden menyarankan, sebaiknya pemerintahan Prabowo menaikan tarif PPN jika pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah mencapai 8% atau lebih. 

"Secara umum, pertumbuhan yang tinggi berarti banyak penyerapan tenaga kerja di sektor formal, dan menambah kemampuan daya beli masyarakat," terang Raden.

Di sisi lain, menurut Raden, PPN KMS salah satu pengenaan PPN yang secara teori perpajakan dipertanyakan. PPN KMS menyalahi keumuman ciri dari PPN yaitu pajak tidak langsung. Pajak tidak langsung artinya yang menanggung pajak dengan yang bayar pajak berbeda.

Baca Juga: Ini Nilai Kekayaan Bersih yang Mendefinisikan Kelas Atas, Menengah, dan Bawah

Raden menjelaskan, secara umum, PPN merupakan beban konsumen akhir (end user). Sedangkan PPN dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) dari tingkat pabrikan, dan importir, sampai dengan pengecer. 

Dengan begitu, pihak yang membayar ke kas negara (memungut) adalah PKP. Tetapi beban PPN pada akhirnya ditanggung oleh masyarakat yang merupakan konsumen akhir.

"Sedangkan PPN KMS dibayar langsung oleh konsumen akhir, yaitu pihak yang membangun rumah atau kantor minimal 200 meter persegi," katanya.

Namun demikian, Raden mengatakan, alasan pemerintah mengenakan PPN KMS adalah kesetaraan, yaitu kesetaraan antara rumah atau kantor yang dibangun sendiri, dengan rumah atau kantor yang dibangun oleh perusahaan jasa konstruksi. 

"Selain itu, alasan lainnya adalah tanggung jawab renteng sebagaimana diatur Pasal 16F Undang-Undang PPN," tutupnya. 

Selanjutnya: Pungut Pajak dari 50 Orang Super Kaya, Pemerintah Berpotensi Kantongi Rp 81 Triliun

Menarik Dibaca: Zoho Perkenalkan Zoho CRM for Everyone, Bantu Kerja Tim Penjualan Perusahaan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×