Reporter: Siti Masitoh | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Adanya Online Sistem Submission (OSS) berbasis risiko yang diluncurkan pada Agustus 2021 lalu, disinyalir dapat memudahkan pelaku usaha untuk mendapatkan perizinan berusaha.
Ketua Umum Kolaborasi Nasional usaha kecil dan menengah (Komnas UKM) sekaligus Ketua Umum Jaringan Usahawan Independen Indonesia (JUSINDO) Sutrisno Iwantono mengatakan, adanya OSS yang diharapkan dapat mempermudah pelaku usaha, justru kenyataannya di lapangan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dan terjadi banyak kendala, sehingga UMKM mengalami kesulitan dalam menjalankan perizinan usahanya.
“Banyak sekali hambatan-hambatan yang terjadi akibat dari OSS ini yang semestinya perizinan bisa berjalan lancar, malah terganggu karena sistemnya yang sulit,” kata Sutrisno Iwantono dalam diskusi virtual, Kamis (30/9).
Hambatan tersebut diantaranya, pertama, untuk usaha CV, Firma, usaha dagang yang sudah berdiri selama ini akan masuk atau migrasi ke OSS, termasuk untuk mengganti alamat e-mail yang padahal sudah punya NIB belum bisa dijalankan sehingga untuk mengurus perizinan lain tidak dapat dilakukan.
Baca Juga: Kurang dari 2 bulan, OSS berbasis risiko telah terbitkan 200.000 NIB
Penyebabkan adalah dalam form di OSS diminta nomor surat pengesahan dari AHU (KUMHAM), sedangkan badan usaha itu selama ini pengesahannya oleh Pengadilan Negeri yang sudah pasti tidak ada nomor AHU.
Permasalahannya untuk mendapatkan nomor AHU atau untuk migrasi NIB dengan KBLI baru, harus melakukan perubahan Akte Notaris terlebih dahulu. Sehingga para pelaku usaha harus mengeluarkan biaya lebih besar lagi sekitar Rp 5 juta sampai dengan Rp 7 juta untuk membayar notaris, dan tentunya akan sangat memberatkan pelaku usaha.
Kedua, hal yang sama terjadi pada koperasi. Koperasi selama ini tidak memiliki no AHU karena badan hukumnya dibuat oleh Dinas Koperasi, sehingga koperasi juga tidak bisa melakukan migrasi NIB dan pengurusan NIB. Ada puluhan ribu koperasi mengalami masalah ini. Sehingga koperasi-koperasi harus mengurus kembali badan hukumnya melalui notaris.
Ketiga, bahwa NIB saat ini dibuat dengan KBLI 5 digit yang sangat mikro, sehingga proses yang dilalui UMK sangat rumit dan makan biaya. Sehingga jika, ada usaha berubah dari restoran menjadi warung makan atau kedai minuman atau kedai minuman kopi dan sebaliknya harus melakukan perubahan akte dan akte ini biayanya sangat mahal.
“Kita sudah mengusulkan agar digit-nya itu sampai 3 saja misalnya NIB cukup dibunyikan No 561 restoran dan penyediaan makanan keliling,” jelas Sutrisno.
Keempat, mengenai perizinan Surat Izin Pemanfaatan Air (SIPA), dan perizinan lain saat ini belum ada sistemnya. Selama ini izin dilakukan di daerah dan sekarang ditarik ke pusat lewat OSS, tetapi saat ini di BKPM belum ada sistemnya. Sehingga pengurusan perizinan di daerah saat ini mandek, tidak jalan karena terbentur oleh OSS. Padahal restoran, hotel, dan usaha lain-lain memerlukan izin misalnya untuk bisa ambil air tanah. Karena sistem belum ada, sekarang sehingga usahanya saat ini mandeg.
Kelima, untuk dapat mengakses NIB, setiap NIB harus 1 e-mail, jadi kalau seorang pedagang jualannya macam-macam dan perlu NIB banyak.. Soal email ini harus dibuat logis agar tidak menjadi hambatan dalam OSS. Untuk UKM punya e-mail satu saja sering lupa alamat dan password-nya.
Keenam, pelaku usaha yang sudah punya NIB dan sudah pernah terbit, saat ini akan melakukan migrasi ke NIB yang baru tidak bisa dilakukan juga terhalang oleh e-mail. Sering disebut terjadi kesalahan pada NIK, lalu diminta membetulkan di Dukcapil. Akan tetapi, kenyataannya tidak ada kesalahan apapun di Dukcapil, dan justru kesalahannya terletak pada system OSS itu sendiri.
Ketujuh, izin-izin banyak juga yang mengharuskan untuk didampingi oleh konsultan atau pihak ketiga lainnya. Biaya untuk bayar konsultan ini sangat mahal, misalnya harus bayar konsultan air kalau mau urus izin SIPA.
Kedelapan, untuk usaha mikro atau kecil yang menurut Undang-undang Cipta Kerja yang tergolongkan resiko rendah adalah cukup dengan NIB, tetapi kenyataan di lapangan masih diperlukan berbagai perizinan yang lain.
Baca Juga: Dalam Tiga Pekan, Ada Puluhan Ribu Nomor Induk Berusaha Diterbitkan via OSS RBA
Kesembilan, banyak petugas di daerah belum memahami OSS. Sehingga tidak bisa memberikan bimbingan maupun konsultansi sehingga cenderung meminta kita untuk menanyakan ke pemerintah pusat. Sutrisno meminta kepada pemerintah agar adanya masa transisi ini agar tidak menghambat perizinan.
Kesepuluh, OSS RBA telah yang menghadirkan berbagai fitur, termasuk tracking proses untuk jenis izin yang dikeluarkan oleh Kementerian Investasi. Akan tetapi, untuk ijin yang berkaitan dengan kementerian lain, baru sebatas keterangan status yang muncul di OSS RBA.
Jika di klik tidak langsung dialihkan ke sistem/aplikasi Kementerian/Lembaga lain. Sehingga perusahaan harus log out dari OSS RBA untuk secara manual login ke berbagai aplikasi/sistem perizinan Kementerian/Lembaga lain secara terpisah. Koneksitas antara BKPM dengan Kementerian dan Lembaga lain seharusnya sudah terbangun.
Kesebelas, jeda waktu dan koordinasi pelayanan yang belum berjalan yaitu, adanya jeda waktu waktu antara keluarnya peraturan dengan implementasinya, misalnya soal UU Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah dan transmisi ke daerah lambat, aparat belum siap menjalankan OSS, infrastruktur yang belum menunjang, koordinasi yang tersendat, dan pengajuan nama di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang sulit.
Selanjutnya: Mengajukan Izin Usaha Secara Cepat, Nyaman, dan Transparan Melalui OSS RBA
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News