kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Omnibus Law: Disanjung pengusaha ditentang pekerja


Senin, 17 Februari 2020 / 06:04 WIB
Omnibus Law: Disanjung pengusaha ditentang pekerja
ILUSTRASI. Draf Omnibus Law Cipta Kerja telah diserahkan pemerintah ke DPR


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah memberikan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law Cipta Kerja kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI beberapa waktu lalu. Sejalan dengan beredarnya draf RUU Cipta Kerja, muncul sejumlah penolakan yang diberikan oleh masyarakat terkait dengan isi RUU tersebut.

Namun demikian, Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam menilai, Omnibus Law Cipta Kerja saat ini memang dibutuhkan untuk mengubah atau mentransformasi kesejahteraan para pekerja. Adanya RUU ini dinilai akan menjamin penyerapan tenaga kerja baru.

"Jika bisnis bagus, artinya pekerja juga bagus. Ini juga menyangkut transformasi kesejahteraan pekerja. Waktu UU No. 13 banyak pekerja yang diberikan upah di bawah Kebutuhan Hidup Minimum (KHM), tetapi sekarang sudah tidak ada lagi dan digantikan dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL)," jelas dia kepada Kontan.co.id, Minggu (16/2).

Baca Juga: Omnibus Law: Pemerintah pangkas uang penghargaan pekerja, begini detailnya

Bob menambahkan, produk asuransi saat ini makin membaik yang turut menjadi nilai plus bagi pekerja. Apalagi dengan adanya layanan seperti Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, serta BPJS Ketenagakerjaan.

Menurut dia, yang harus dipikirkan saat ini tinggal jaminan pekerjaan. Terlebih setiap tahun ada sebanyak 2,3 juta pencari kerja baru, sedangkan perekonomian Indonesia hanya tumbuh sebesar 5%, atau dengan kata lain, hanya dapat menyerap 1 juta hingga 1,5 juta tenaga kerja baru setiap tahunnya.

Adanya Omnibus Law ini kemudian akan membuka peluang investasi baru, sehingga para tenaga kerja baru juga dapat terserap di dalamnya.

"Memang para pekerja eksisting seolah jadi dirugikan, tetapi sebenarnya ini juga akan berdampak bagi pekerja eksisting," ungkapnya.

Bob menambahkan, kesejahteraan buruh tidak bisa hanya dilihat dari tingginya besaran upah minimum ataupun pesangon. Kesejahteraan buruh ini juga dilihat berdasarkan besarnya tenaga kerja baru yang dapat terserap oleh perusahaan.

"Apabila dilihat dari besaran upah, pesangon Indonesia terbaik nomor tiga di dunia, tetapi apa buruh sejahtera? Upah minimum juga naik lebih dari 100% dalam 5 tahun terakhir sebelum ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78, apa buruh sejahtera?," kata Bob.

Lebih lanjut, Bob mengatakan memang sudah menjadi tugas pemerintah untuk memperbaiki perkembangan dunia usaha yang mulai terhambat, salah satunya dengan membuat RUU Cipta Kerja.

Baca Juga: Hippi berharap tidak ada pasal multitafsir dalam omnibus law

Apalagi, saat ini juga muncul beberapa pemain baru di dalam sektor industri, seperti Vietnam, Bangladesh dan negara-negara lain di samping negara-negara yang sudah menjadi pemimpin dalam sektor industri, seperti Singapura, Thailand, dan Malaysia.

"Beberapa UU ini sudah berusia lebih dari 16 tahun. Jadi sudah saatnya direvisi karena ada beberapa hal di dalam UU tersebut yang menghambat atau bahkan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan di bidang ketenagakerjaan," ucap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×