kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Hippi berharap tidak ada pasal multitafsir dalam omnibus law


Minggu, 16 Februari 2020 / 23:26 WIB
Hippi berharap tidak ada pasal multitafsir dalam omnibus law
ILUSTRASI. A labourer wearing a hat gestures as she takes part during a protest against government plans to change restrictive labour regulations through so-called 'Omnibus Laws' outside Indonesia's parliament building in Jakarta, Indonesia, January 20, 2020. REUTER


Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) DKI Jakarta Sarman Simanjorang meminta, agar jangan sampai ada pasal-pasal karet atau pasal multitafsir dalam rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law cipta kerja.

"Jelas, kita harap tidak ada pasal-pasal karet atau pasal-pasal multitafsir," ujar Sarman ketika dihubungi, Minggu (16/2).

Pasalnya, lanjut dia, dunia usaha butuh kepastiaan yakni kepastian hukum, kepastian perizinan, keamanan, dan keberlangsungan usaha. Ia juga meminta, peraturan turunan omnibus law itu dapat memerinci dengan tepat teknis aturan.

Baca Juga: Apeksi minta pemerintah tidak terburu-buru bahas omnibus law

Misalnya terkait berapa lama waktu perizinan, biaya yang dibutuhkan dan hal lainnya. "Selama ini kebijakan tumpang tindih dan berbelit-belit," ungkap dia.

Sementara itu, Ajib Hamdani, Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi), mengatakan, jika dicermati stagnasi peringkat Indeks Kemudahan Berbisnis (ease of doing business index/EoDB) di Indonesia terutama karena faktor Ketenagakerjaan dan faktor Perpajakan.

Ia menyebutkan, dua faktor penghambat naiknya peringkat EoDB tersebut yang kemudian pemerintah berinisiasi membuat deregulasi dalam bentuk 2 draft Omnibus Law.

Ajib mengatakan, dalam konteks ketenagakerjaan adalah tentang produktivitas, daya saing dan regulasi yang terlalu complicated.

Baca Juga: Pelaku usaha berharap Omnibus Law bisa segera diimplementasikan

Sedangkan dalam konteks Pajak, competitive Indonesia masih lemah di tarif dan objek pajak yang dianggap banyak double taxation.

"Dengan deregulasi Omnibus Law ini diharapkan pemerintah bisa mengerek peringkat EoDB di kisaran 40-50 dunia," ungkap Ajib.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×