kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Omnibus law berpotensi gagal bila keterlibatan pemerintah daerah minim


Minggu, 15 Desember 2019 / 14:36 WIB
Omnibus law berpotensi gagal bila keterlibatan pemerintah daerah minim
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng


Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -   JAKARTA. Pemerintah mengidentifikasi terdapat 82 Undang-Undang (UU) yang terdiri dari 1.194 pasal yang akan diselaraskan melalui Rancangan UU (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Draf final RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja beserta naskah akademisnya dijadwalkan disampaikan ke DPR RI pada awal Januari 2020 untuk dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR.

Baca Juga: Dilema Omnibus Law Perpajakan, bakal kikis penerimaan pajak

Namun Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menyayangkan minimnya pembahasan dan koordinasi dengan pemerintah daerah (pemda) sepanjang persiapan aturan sapu jagat tersebut.

Tanpa koordinasi dan sinkronisasi dengan pemda, ia khawatir nasib omnibus law berujung sama dengan kegagalan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2018 tentang penerapan Online Single Submission (OSS) secara nasional.

“Semangat omnibus law ini memang untuk membenahi dan menata regulasi perizinan pada tingkat ‘hulu’, tapi kan izin tidak hanya diatur dengan UU. Masih ada lagi PP di bawahnya, lalu ribuan peraturan menteri yang berbeda, juga peraturan daerah. Fragmentasi peraturan pusat mengalir menjadi fragmentasi di level pemerintah daerah,” tutur Robert dalam diskusi media Refleksi Otonomi 2019 dan Arah Perbaikan ke Depan, Minggu (15/12).

Oleh karena itu, menurutnya efektivitas Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja menuntut adanya pembenahan regulasi perizinan dari level UU hingga peraturan daerah.

Baca Juga: Aturan Sapu Jagat Pajak Segera Dituntaskan

Apalagi, praktik aktual perizinan pada dasarnya terjadi di daerah sehingga peraturan di level daerah sejatinya lebih berdampak langsung pada masyarakat, pelaku usaha, dan investor.

Robert memandang, perumusan omnibus law dalam waktu yang relatif singkat ini cenderung sepihak pada pemerintah pusat saja. Risikonya, banyak regulasi dan aturan perizinan di tingkat daerah yang luput dari reformasi.

"Mestinya sejak awal pemda diminta untuk mengidentifikasi dulu berapa jenis aturan perizinan yang dimiliki selama ini, lalu yang seharusnya atau idealnya berapa aturan izin, kemudian di balik izin itu ada syarat dan prosedur apa saja, berapa waktu dan biaya yang dibutuhkan. Semua itu ditelusuri dari hilir sampai ke hulu yaitu regulasi tingkat pusatnya bagaimana,” sambung Robert.

Robert memberi contoh sederhana, terkait Surat Keterangan Domisili Usaha (SKDU) yang tidak diatur pada regulasi level pusat, namun diatur pada peraturan pemda.

Baca Juga: Risiko Global Berlanjut, Ekonomi 2020 Makin Tertekan

Jika identifikasi tidak dilakukan dari level daerah, besar kemungkinan jenis izin seperti ini luput dari omnibus law. Padahal, SKDU merupakan syarat untuk mengurus berbagai dokumen legal lainnya seperti SIUP, NPWP Badan, dan sebagainya.

Robert berharap, pemerintah pusat berkaca dari kegagalan penerapan OSS secara nasional dalam setahun terakhir.

Akibat minimnya pembahasan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan dengan pemda, wacana debirokratisasi perizinan itu tak berjalan sesuai harapan. Sampai hari ini, minim daerah yang sudah menerapkan OSS secara penuh.

Baca Juga: Sejumlah hal ini masih jadi pembahasan di dalam draf omnibus law

“Jangan sampai terulang kasus PP 24/2018. Pemda tidak diajak bicara secara intensif padahal implikasi aturan itu besar sekali bagi pemda. Yang terjadi, daerah entah ogah-ogahan, entah tidak siap, sehingga yang menjalankan OSS sangat sedikit,” tandas Robert.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×