kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Novel berharap Jokowi turun tangan, begini jawaban Istana...


Senin, 22 Juni 2020 / 08:04 WIB
Novel berharap Jokowi turun tangan, begini jawaban Istana...
ILUSTRASI. Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Tribunnews/Herudin


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus penyiraman air keras terhadap Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan masih belum jelas. Terkait hal itu, Novel mendesak Presiden Joko Widodo turun tangan dalam penanganan kasus ini.

Presiden Jokowi dinilai turut bertanggung jawab atas tuntutan hukuman satu tahun penjara bagi dua terdakwa penyiram air keras, Rahmat Kadir dan Ronny Bugis, yang diniliai terlalu ringan oleh banyak pihak.

"Keterlaluan memang, sehari-hari bertugas memberantas mafia hukum dengan UU Tipikor tetapi jadi korban praktek lucu begini, lebih rendah dari orang menghina. Pak @jokowi , selamat atas prestasi aparat bapak. Mengagumkan...," tulis Novel dalam akun Twitter miliknya, @nazaqistsha, Kamis (11/6/2020).

Baca Juga: Jokowi yakin hakim akan memutus dengan adil proses hukum penyidik KPK Novel Baswedan

Novel Baswedan selaku korban dalam peristiwa ini menilai, tuntutan ringan tersebut menunjukkan buruknya penegakan hukum di Indonesia karena norma keadilan diabaikan selama jalannya persidangan.

"Saya melihat ini hal yang harus disikapi dengan marah. Kenapa? Karena ketika keadilan diinjak-injak, norma keadilan diabaikan, ini tergambar bahwa betapa hukum di negara kita nampak sekali compang-camping," kata Novel dalam video yang diterima Kompas.com, Jumat (12/6/2020).

Baca Juga: Satu terdakwa penyiraman Novel Baswedan bisa bebas, ini alasannya

Peristiwa penyiraman air keras yang dialaminya, dinilai merupakan penganiayaan level tinggi karena direncanakan, menggunakan air keras, serta menyebabkan luka berat. Namun, Novel heran penganiayaan level tinggi itu hanya diganjar dengan tuntutan hukuman satu tahun penjara.

"Bayangkan, perbuatan selevel itu yang paling maksimal itu dituntut setahun dan terkesan penuntut justru bertindak seperti penasehat hukum atau pembela dari terdakwanya, ini hal yang harus diproses, dikritisi," kata Novel.

Novel pun mendesak Presiden Jokowi untuk turun tangan memperbaiki hukum yang compang-camping tersebut.

Ia khawatir tanpa perhatian dari Kepala Negara, peristiwa yang dialaminya itu akan berulang, bahkan turut dialami oleh masyarakat lain. "Kalau pola-pola seperti ini tidak pernah dikritisi, tidak pernah diprotes dengan keras, dan kemudian Presiden juga membiarkan, saya sangat meyakini bahwa pola-pola demikian akan mudah atau banyak terjadi kepada masyarakat lainnya," kata Novel.

Ini jawaban Istana

Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Purwono meminta pihak yang tidak puas dengan tuntutan satu tahun penjara bagi terdakwa penyerang Novel Baswedan, tidak menyalahkan Presiden Joko Widodo.

Ia menyarankan pihak yang tidak puas untuk melaporkan jaksa penuntut umum dalam perkara tersebut kepada Komisi Kejaksaan. "Kalau ada yang tidak puas dengan kinerja dan perilaku jaksa, kan sudah ada Komisi Kejaksaan RI. Masyarakat bisa lapor ke komisi tersebut. Jadi, jangan semua hal diminta Presiden turun tangan langsung," kata Dini saat dihubungi, Sabtu (20/6/2020).

Hal ini disampaikan Dini menanggapi pernyataan Novel yang menilai tuntutan satu tahun penjara kepada terdakwa penyerangnya sama saja menghina Presiden. Dini menghormati pendapat penyidik senior KPK tersebut. Ia juga tidak dalam posisi mengatakan pendapat tersebut salah atau benar karena persepsi adalah hal yang subyektif.

Baca Juga: Jaksa tuntut penyerang Novel Baswedan satu tahun penjara, tim advokasi: Memalukan

"Namun tidak bisa Presiden intervensi tuntutan JPU. Itu adalah bagian dari analisa dan kesimpulan JPU dalam proses pemeriksaan yang berada dalam ranah yudikatif," kata dia.

Menurut Dini, Presiden hanya berharap agar majelis hakim bisa memutus perkara ini dengan seadil-adilnya. Ia mengatakan, secara prosedur majelis hakim bisa memutus berbeda dari apa yang dituntut oleh JPU. "Sudah banyak juga preseden di mana majelis hakim memutus dan memberikan hukuman lebih berat dari apa yang dituntut JPU," kata dia.

Baca Juga: Ada apa 14 purnawirawan jenderal TNI temui Presiden hari ini?

Dini juga memastikan bahwa Presiden terus melakukan evaluasi terhadap semua kementerian dan lembaga di bawahnya, termasuk Kejaksaan Agung. Evaluasi dilakukan secara otomatis dari waktu ke waktu sesuai mekanisme yang berlaku.

"Harus diperhatikan juga mekanisme, prosedur, serta pembagian tugas dan wewenang yang sudah ada," kata dia.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral menambahkan, masyarakat diimbau untuk mengikuti saja proses persidangan yang berjalan. Apabila memang nantinya vonis hakim juga dirasa tidak memenuhi rasa keadilan, pihak Novel Baswedan tentu bisa mengajukan banding.
"Sekali lagi kita serahkan pada prosedur yang ada. Apabila dirasa tidak puas, atau terlalu ringan, ya ajukan banding. Jadi saya kira gunakan jalur hukum untuk menyelesaikan masalah itu," kata Donny.

Tim Pencari Fakta Independen

Menanggapi dalih-dalih pihak Istana, Novel Baswedan menyebut turun tangannya Presiden Jokowi dalam kasus ini tidak mesti berbentuk intervensi terhadap jalannya persidangan.

Novel mengatakan, salah satu hal yang bisa dilakukan Kepala Negara adalah membentuk Tim Pencari Fakta yang independen untuk mengusut tuntas kasus penyerangan Novel. "Sebenarnya bisa dibuat dengan dibentuk tim pencari fakta yang independen di bawah presiden melihat apakah betul ada persekongkolan semua ini," kata Novel dalam acara "Mata Najwa" yang tayang Rabu (17/6/2020) malam.

Novel menuturkan, ide membentuk TPF independen masih relevan karena TPF dapat menggali fakta-fakta yang belum terungkap dalam proses persidangan selama ini. Berkaca dari kejanggalan selama proses persidangan, Novel Baswedan menduga masih ada pelaku lain dalam kasus penyiraman air keras terhadap dirinya.
"Kalau di perkara ini disebut bahwa pelakunya hanya dua itu saja, tidak berarti harus perkara lain enggak boleh muncul untuk perkara ini. Oleh karena itu, tim gabungan pencari fakta masih relevan untuk dibuat," ujar Novel.

Novel menambahkan, apabila kasusnya dianggap sudah selesai pun TPF independen tetap perlu dibentuk untuk mengusut teror yang diterima pegawai KPK lainnya. "Saya sudah menerima apa yang terjadi pada diri saya. Tapi apa yang terjadi dengan kawan-kawan KPK yang selama ini diserang? Ayo itu saja yang diusut," kata Novel.

Selain itu, menurut Novel, Presiden Jokowi memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi ataupun mengkoreksi kinerja jajarannya. Oleh karena itu, Novel menilai wajar jika ia meminta bantuan Kepala Negara. "Negara kita kan negaranya presidensial, artinya seluruh aparatur itu di bawah Presiden, ketika melihat hal itu sangat relevan sebetulnya yang saya katakan," ungkap dia.

Novel pun menduga fakta-fakta dalam kasus tersebut tidak akan terungkap jika Presiden Jokowi tak turun tangan. "Ini masalah sudah melibatkan orang yang begitu kuatnya, kalau tidak level presiden, saya enggak yakin bisa (terungkap)," kata Novel.

Berjalan Adil

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menyatakan, selama ini tidak ada satu pun pihak yang meminta Presiden Jokowi untuk mengintervensi kasus Novel. Presiden, imbuh dia, hanya diharapkan dapat memastikan agar proses hukum dapat berjalan dengan adil. Sebab, Polri dan kejaksaan merupakan dua institusi penegak hukum yang berada di bawah Presiden.

"Jadi jangan Presiden salah pahami, bahwa Istana bukan tidak boleh ikut campur. Istana itu bukan mencampuri untuk mengubah fakta, itu baru enggak boleh," kata Feri saat dihubungi Kompas.com.

Satu hal yang tidak boleh dicampuri oleh presiden yaitu mengubah fakta. Namun, dengan sikap yang ditunjukkan Istana melalui KSP, menunjukkan bahwa Istana kini tengah lari dari tanggung jawab atas perkara yang menimpa Novel. Sekali pun, beberapa waktu lalu Presiden pernah menyampaikan agar pelaku penyiraman Novel agar ditindak tegas.

"Saya berpikir Istana sedang mencoba menghindar dari tanggung jawab pentingnya sebagai pusat atau episentrum kekuasaan," kata Feri.
"Kepolisian dan kejaksaan di tingkat ini kan saya lebih spesifik bicara kejaksaan. Nah, ketika dia menuntut rendah, sementara presiden berkata tindak tegas pelaku penyiraman air keras, itu kan sudah sangat kontradiktif," imbuh dia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Harapan Novel agar Jokowi Turun Tangan dan Jawaban Istana..."
Penulis : Ardito Ramadhan
Editor : Fabian Januarius Kuwado

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×