Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Roni Dwi Susanto mengatakan, jumlah pengadaan barang/jasa pemerintah tahun ini mencapai sekitar 52% dari total APBN.
“52,1% dari APBN atau Rp 1.214,1 triliun,” kata Roni dalam diskusi virtual, Rabu (24/1).
Roni menyebut, tantangan pemerintah dalam melakukan pengadaan barang/jasa selama pandemi covid-19 adalah memilah mana pengadaan yang mendesak untuk segera dilakukan dan mana yang tidak.
Pihaknya telah menerbitkan sejumlah surat edaran (SE) seperti SE Kepala LKPP Nomor 32 tahun 2020 tentang penegasan atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa pada masa pandemi covid-19.
Baca Juga: Perpres 12/2021 terbit, pemerintah wajib alokasikan 40% belanja barang untuk UMK
“Tantangannya mereka memilah bahwa ini kegiatan yang relevan dan ini tidak relevan untuk dengan pengadaan khusus,” ujar dia.
Lebih lanjut, Roni mengatakan, saat ini telah diterbitkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 12 tahun 2021 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah. Perpres tersebut memuat sejumlah substansi perubahan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Salah satunya terkait kewajiban kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk belanja barang/jasa dari usaha mikro dan kecil (UMK). “Usaha mikro, kecil dan koperasi diberikan kesempatan minimal 40% terlibat dalam proses pengadaan anggaran belanja barang/jasa, APBN dan APBD,” kata Roni.
Roni mengatakan, sebelum adanya perubahan substansi, tidak ada kewajiban persentase minimal belanja pengadaan ke UMK. Namun, sesuai dengan salah satu tujuan UU cipta kerja maka dicantumkan persentase tersebut untuk UMK. “Kalau tidak ada yang mampu, usaha menengah dan besar masuk silahkan,” terang dia.
Selain itu, Roni mengatakan, paket pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai Pagu Anggaran sampai dengan Rp 15 miliar diperuntukkan bagi usaha kecil dan/atau koperasi.
Baca Juga: Begini rencana PLN tingkatkan TKDN di sektor ketenagalistrikan
Hal ini mengikuti perubahan definisi usaha kecil dalam PP nomor 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, Dan Pemberdayaan Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah. PP 7/2021 menyebutkan, suatu usaha masih dikategorikan dalam usaha kecil jika memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 15 miliar.
“Nilai Pagu Anggaran pengadaan dikecualikan untuk paket pekerjaan yang menuntut kemampuan teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha kecil dan koperasi,” ujar dia.
Roni menyebut, melalui Perpres 12/2021, Kementerian Koperasi dan UKM, serta Pemerintah Daerah memperluas peran serta usaha kecil dan koperasi dengan mencantumkan barang/jasa produksi usaha kecil dalam katalog elektronik.
Kemudian, kewajiban penggunaan produk dalam negeri dilakukan apabila terdapat produk dalam negeri yang memiliki penjumlahan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ditambah nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling sedikit 40 %. “Wajib hukumnya,” tutur Roni.
Selanjutnya: Menko Airlangga sebut aturan pelaksana UU Cipta Kerja era baru berusaha
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News