kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.755   0,00   0,00%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Newmont: Arbitrase merupakan langkah terakhir


Selasa, 04 Februari 2014 / 22:01 WIB
Newmont: Arbitrase merupakan langkah terakhir
ILUSTRASI. Cek BSU Rp 600.000 Pakai 3 Cara Ini di Kemnaker dan BPJS Ketenagakerjaan. ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/WS/YU


Reporter: Ranimay Syarah | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. PT Newmont Nusa Tenggara (PTNTT) masih mencari solusi terbaik untuk menghindari arbitrase soal kewajiban membayar bea keluar yang ditetapkan Kementrian Eneergi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Keuangan.

Peraturan Menteri No.1 tahun 2014 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri, memang dirasa berat oleh PTNNT.  

Peraturan ini mewajibkan pengusaha tambang wajib membangun smelter dengan batas waktu tahun 2017 serta jika ingin ekspor mineral harus membayar bea keluar hingga 25 persen, dan angka ini terus meningkat per enam bulan.

Martiono Hadianto, Presiden Direktur PTNTT menyampaikan pembanguna smelter dalam tiga tahun itu cukup sulit dan tidak akan bisa hingga 2017.

Sedangkan bea keluar ini PTNTT masih ingin kejelasan bagaimana bisa diterapkan karena sangat berpengaruh dengan operasi di Batu Hijau, Nusa Tenggara Timur. Ia bilang arbitrase adalah langkah terakhir, jika pemerintah bersikeras menjalankan bea keluar.

"Kita sebetulnya menghindari arbitrase, tapi kalau itu jalan terakhir mau bagaimana lagi. Lapipula arbitrase ini terbukti lebih adil dan baik untuk kedua belah pihak dalam penyelesaian sengketa, yang nanti jutsru akan mempererat kerjasama," kata dia, Selasa (04/02).

Martiono bilang, untuk membangun smelter, maka suatu perusahaan harus berkembang secara bekelanjutan. Saat ini rancangan anggaran biaya yang diminta oleh Direktorat Mineral dan Batubara juga belum selesai. Sebab, masih menunggu persetujuan Dede I Suhendra, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM.

"PTNTT tidak pernah menolak renegoisasi, dan kami tetap mendukung spirit Permen No.1/2014. Namun, pemerintah terkesan tidak percaya, padahal kami kerjasama dengan pemerintah sudah 28 tahun," katanya.

Ia mengakui setiap tahunnya, pendapatan PTNTT selalu masuk ke pemerintah sebesar 67 persen, dan 33 persen masuk ke pemegang saham. "Dan para pemegang saham juga orang Indonesia bukan asing, banyak yang anggap kita ini perusahaan asing, " tandas Martiono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×