Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Neraca perdagangan Indonesia selama Mei 2018 diperkirakan akan mengalami defisit. Ini berarti, melanjutkan tren defisit bulan sebelumnya yang mencapai US$ 1,63 miliar. Tapi, defisit neraca dagang bulanan kali ini tidak akan melebihi US$ 1 miliar. Badan Pusat Statistik (BPS) bakal merilis data resmi kinerja ekspor impor Mei hari ini, Senin (25/6).
Moody's Analytics dalam risetnya menyebutkan, neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2018 akan menorehkan defisit sebesar US$ 670 juta. Distorsi Ramadan pada pertengahan Mei lalu mendorong impor terutama barang konsumsi. "Acara terkait pesta keagamaan biasanya meningkatkan pertumbuhan impor," sebut Moody's Analytics dalam risetnya yang diterima KONTAN, Minggu (24/6).
Sedang ekspor kita sepanjang Mei kemungkinan melemah. Bahkan, pelemahan ekspor bakal berlanjut pada Juni sebagai dampak libur Lebaran yang panjang. "Sulit untuk mendapatkan pandangan yang tidak bias tentang ekspor dan impor Indonesia selama Juni karena lebih sedikit hari kerja, sehingga memengaruhi produksi dan pengiriman," tulis Moody's.
Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro juga memperkirakan, neraca perdagangan Mei defisit hingga US$ 646,97 juta. Defisit terjadi akibat impor yang masih akan tumbuh tinggi sebesar 14,49% year on year (YoY), meski tak setinggi pertumbuhan impor bulan sebelumnya. Sementara ekspor masih akan tumbuh terbatas sebesar 5,36% YoY.
Bahkan, Bhima Yudhistira Adhinegara, Ekonom Institute Development of Economic and Finance (Indef), memproyeksikan, defisit neraca dagang Mei akan mencapai US$ 1,1 miliar. Sebab, impor barang konsumsi dan bahan baku menjelang Lebaran terbilang tinggi. Defisit neraca dagang migas juga berpotensi naik karena kenaikan harga minyak mentah dunia.
Bhima memperkirakan, kenaikan ekspor hanya sekitar 6%–7% YoY. Soalnya, "Ada koreksi harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan beberapa komoditas lainnya," ujarnya. Perang dagang juga kembali memukul ekspor produk unggulan negara kita, seperti CPO dan karet.
Sedang Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memperkirakan, neraca perdagangan surplus tipis US$ 264 juta, dengan proyeksi impor tumbuh 10,1% serta ekspor tumbuh 7,5% YoY.
Menurut David, tahun-tahun sebelumnya, puncak impor terjadi dua bulan sebelum Lebaran. Sementara satu bulan sebelum hari raya, impor kemungkinan masih tinggi tetapi tak setinggi dua impor dua bulan sebelum Lebaran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News