kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Negosiasi ganti rugi kasus Muntara mulai bergulir


Minggu, 20 Februari 2011 / 14:44 WIB
ILUSTRASI. Pendiri GO-JEK Indonesia Nadiem Makarim ANTARA FOTO/Rosa Panggabean/foc/17.


Reporter: Hans Henricus | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Penyelesaian dampak tumpahan minyak dari sumur Montara di Laut Timor masih bergulir. Rencananya, negosiasi tuntutan ganti kerugian pemerintah kepada PTTEP Australasia berlangsung pekan ini.

Menteri Perhubungan Freddy Numberi mengatakan, tim ahli dari pihak perusahaan telah selesai melakukan verifikasi dampak tumpahan minyak terhadap perairan maupun masyarakat yang bermukim di sekitar Laut Timor. "Diharapkan sudah bisa pembahasan tuntas, benar tidak data Indonesia atau data itu benar tapi perlu negosiasi harga," ujar Freddy akhir pekan lalu.

Melalui negosiasi itu pemerintah meminta kepastian kemampuan PTTEP Australasia membayar ganti kerugian. Sehingga, fokus utama pembicaraan itu adalah nilai ganti kerugian. "Kalau ingin kurang seberapa kurangnya, itu ada formula hitungannya dan harus dibahas sehingga setelah itu bisa masuk tahap pembayaran," kata Freddy.

Dia menjelaskan, pemerintah menuntut ganti kerugian sebesar Rp 23 triliun. Tuntutan ganti kerugian itu antara lain untuk masyarakat, lingkungan, dan kawasan perairan yang terkena dampak pencemaran.

Menurut Freddy, pihak perusahaan tidak keberatan dengan tuntutan ganti kerugian bagi masyarakat. "Tapi, untuk aspek lautnya mereka ingin negosiasiasi," imbuh mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu

Sebagai informasi, sumur minyak Montara terletak di blok west atlas barat, Laut Timor. Sumur itu meledak pada 21 Agustus 2009. Pengelola sumur minyak itu adalah PTTEP Australasia, perusahaan migas asal Thailand.

Sejak ledakan terjadi, sumur Montara menyemburkan 500 ribu liter minyak mentah bercampur kondensat dan zat timah hitam, setiap harinya. Tumpahan itu berlanjut terus hingga bisa dikendalikan 80 hari kemudian sejak terjadi ledakan.

Yang jelas, pemerintah ingin masalah ganti kerugian ini cepat rampung. Apabila pihak perusahaan tidak memberi ganti kerugian secara menyeluruh maka pemerintah akan membawa masalah ini ke arbitrase internasional.

Selain itu, pemerintah akan menolak PTTEP Australasia untuk beroperasi di wilayah Indonesia. Bahkan, kata Freddy, pemerintah akan mengeluarkan himbauan kepada dunia internasional untuk menutup perusahaan migas itu.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×