kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Negara Dinilai Wajib Menjamin Hak Masyarakat Sebelum Tentukan Kawasan Hutan


Senin, 06 Februari 2023 / 18:13 WIB
Negara Dinilai Wajib Menjamin Hak Masyarakat Sebelum Tentukan Kawasan Hutan
ILUSTRASI. Suasana pemandangan kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang sebagian lahannya telah beralih fungsi menjadi ladang perkebunan terlihat dari Kayu Aro Barat, Kerinci, Jambi, Rabu (14/12/2022).


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Dalam penguasaan hutan, negara tetap wajib melindungi, menghormati, dan memenuhi hak  masyarakat yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.

Dalam wilayah tertentu ada hak yang telah dilekatkan atas tanah, seperti hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak-hak lainnya atas tanah. Sehingga negara wajib melindungi hak tanah tersebut.

"Merupakan hak  konstitusional berdasarkan Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945. Dalam penguasaan hutan, negara harus juga memperhatikan hak-hak tersebut," kata pakar Hukum Kehutanan dan Pengajar Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Jakarta, Sadino. dalam keterangan tertulisnya, Senin, (6/2/2023).

Menurut Sadino,  Pasal 4 ayat (3) UU Kehutanan memang belum mencakup norma tentang hak atas tanah yang lainnya yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945. 

Baca Juga: HKI Sebut Dua Jenis Industri Ini Berpotensi Tumbuh Pesat

"Penyelesaian hak atas tanah dilakukan dengan tahap inventarisasi dan identifikasi hak-hak pihak ketiga adalah pengumpulan data kepemilikan dan penguasaan atas tanah oleh orang perorang atau badan hukum yang sebagian atau seluruhnya berada di dalam kawasan hutan," katanya.  

Sadino menjelaskan, hutan negara, dan Kawasan hutan negara, semestinya tidak dibebani hak atas tanah, maka jelas pengertian, negara harus memperhatikan hak atas tanah sebagai bentuk perlindungan hukum atas hak konstitusional warga negara. 

"Hal ini tentu sesuai dengan asas hukum Presumptio Iustae Causa (Semua tindakan Pemerintah adalah sah dan benar kecuali dibuktikan sebaliknya melalui Pengadilan). Penegakan hukum terkait dengan hak atas tanah ya harus mengedepankan asas tersebut. Tidak benar hak atas tanah yang masuk kawasan hutan tapi malah  sebaliknya kawasan hutan yang masuk dalam hak atas tanah menurut definisi kawasan hutan negara atau juga hutan negara jelas maknanya," tegas Sadino. 

Guru Besar Ilmu Tanah IPB, Budi Mulyanto menambahkan, sebaiknya tanah yang sudah dilengkapi legalitas seperti Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) dan alas hak lain, dilindungi oleh negara dan bukan kategori kawasan hutan, tentu keliru hak atas kok minta pelepasan karena  dimasukkan ke dalam kawasan hutan.

“Hak atas tanah yang telah dimiliki masyarakat pada prinsipnya bersifat final dan dalam prosesnya telah mengikuti ketentuan perundangan yang berlaku," kata Budi Mulyanto. 

Baca Juga: Pakar Nilai Pelanggaran UU Kehutanan Masuk Masalah Administratif

Menurut Budi Mulyanto, kebijakan ini perlu dilakukan untuk mendorong iklim usaha yang baik dan menggairahkan investasi. Disisi lain, kebijakan ini sebagai wujud saling menghormati antara institusi pemerintahan pemberi izin.

Seperti diketahui, dalam praktiknya terdapat dualisme kebijakan pertanahan di Indonesia. Di dalam kawasan hutan legalitas pemanfaatan tanah ada melalui izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Sedangkan di luar kawasan hutan atau yang disebut dengan Area Peruntukan Lain (APL) administrasi dan penguasaan tanah merupakan kewenangan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Dualisme ini berimplikasi pada munculnya berbagai aturan dan regulasi bidang pertanahan baik di dalam dan luar kawasan hutan, termasuk lemahnya kepastian hukum atas pengakuan tanah masyarakat, khususnya masyarakat adat yang telah lama bermukim di wilayah tersebut," jelasnya.

Baca Juga: Gunakan Kawasan Hutan untuk Perkebunan Tak Wajib Bayar PNBP? Ini kata Pakar

Padahal, lanjutnya, sejak zaman Belanda sudah ada pengakuan atas hak-hak pribumi, yaitu Indonesisch bezitsrecht. “Maknanya adalah bahwa hak atas tanah masyarakat pada zaman penjajahan diakui sebagai bagian dari hak azasi manusia,” kata Budi Mulyanto.

Guru Besar Kebijakan Kehutanan Fakultas Kehutanan IPB Sudarsono Soedomo mengatakan, penegakan hukum yang mengatasnakan klaim kawasan hutan merupakan problem utama dari persoalan tanah di Indonesia.

Masak perusahaan yang sudah punya HGU dituduh menyerobot lahan. Dari aturan mana kok bisa pemegang HGU dituduh menyerobot kawasan hutan dan dituduh korupsi.

Hingga saat ini dua pertiga daratan di Indonesia ditetapkan sebagai kawasan hutan dan tidak bisa dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×