Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wacana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) diprediksi hanya akan menjadi isu yang tak terealisasi, terutama setelah Sri Mulyani kembali menjabat sebagai Menteri Keuangan di era Presiden Prabowo.
Hal ini disampaikan Raden Agus Suparman, Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia. Ia menilai Sri Mulyani akan mempertahankan posisi Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) di bawah Kementerian Keuangan, seperti yang telah dilakukan sejak masa pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Raden menjelaskan bahwa wacana pembentukan BPN sudah masuk dalam Nawacita Presiden Joko Widodo. Bahkan, Menteri Keuangan saat itu, Bambang Brodjonegoro, telah mengajukan Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) sebagai dasar hukum pembentukan BPN.
Baca Juga: Pembentukan Badan Penerimaan Negara Tidak Mendesak Dilakukan
RUU tersebut telah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dibahas lebih lanjut. Namun, setelah Sri Mulyani kembali menjadi Menteri Keuangan, pembahasan mengenai BPN tidak pernah dilanjutkan.
Penolakan Sri Mulyani terhadap pembentukan badan perpajakan yang terpisah dari Kementerian Keuangan dinilai konsisten dari masa ke masa. Sikap ini sudah jelas terlihat sejak era Presiden SBY, dan berlanjut hingga pemerintahan Presiden Joko Widodo, serta sekarang di bawah Presiden Prabowo.
"Sikap tegas Sri Mulyani tampak jelas saat beliau dipanggil oleh Presiden terpilih Prabowo, di mana keduanya sepakat untuk memperkuat Kementerian Keuangan," ujar Raden.
Menurut Raden, meskipun target peningkatan tax ratio hingga 23% sangat mendesak, pembentukan BPN tampaknya tidak akan menjadi prioritas.
Baca Juga: Ekonom Celios Sorot Dominannya Politisi di Kabinet Prabowo-Gibran
Raden menyoroti bahwa Ditjen Pajak terlalu kaku dalam strukturnya karena tunduk pada ketentuan birokrasi yang berlaku untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB).
Birokrasi ini menjadi salah satu hambatan utama dalam meningkatkan kinerja Ditjen Pajak, termasuk ketentuan yang melarang pemecatan pegawai pajak meskipun tidak menunjukkan kinerja yang optimal.
Raden menilai bahwa tantangan perpajakan sangat dinamis dan memerlukan pegawai yang memiliki etos kerja tinggi.
Untuk itu, urgensi pembentukan BPN lebih bertujuan agar otoritas pajak dapat merekrut pegawai di luar ASN, serta memiliki fleksibilitas yang lebih besar dalam menjalankan tugasnya, mirip dengan entitas swasta yang lebih dinamis.
Baca Juga: Kabinet Era Prabowo Makin Gemoy Disaat Penerimaan Negara Lesu
Menurutnya, birokrasi yang ada, seperti prosedur pembukaan dan penutupan kantor pajak, perlu dihapus agar otoritas pajak dapat bekerja lebih efektif dalam mencapai target perpajakan.
Namun, dengan Sri Mulyani yang kembali memegang kendali di Kementerian Keuangan, wacana pembentukan BPN diperkirakan akan tetap hanya sebatas wacana.
Selanjutnya: Rasio Penahanan Kapal Meningkat, Inspeksi Port State Control Ditingkatkan
Menarik Dibaca: Rasio Penahanan Kapal Meningkat, Inspeksi Port State Control Ditingkatkan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News