kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45897,60   5,02   0.56%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Naik 10,5 poin, PMI Manufaktur Indonesia ada di level 39,1 pada Juni 2020


Kamis, 02 Juli 2020 / 10:56 WIB
Naik 10,5 poin, PMI Manufaktur Indonesia ada di level 39,1 pada Juni 2020
ILUSTRASI. Pekerja perempuan memproduksi alat pelindung diri sebuah perusahaan garmen saat kunjungan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah di Jakarta, Rabu (1/7/2020). Kunjungan Menaker tersebut guna memastikan pekerja perempuan pada sektor industri tidak mendapatkan


Reporter: Bidara Pink | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelonggaran pembatasan aktivitas pada Juni 2020 membuat industri manufaktur Indonesia mulai bergeliat. Hal ini tercermin dari Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia dari IHS Markit yang berada di level 39,1 atau naik 10,5 poin dari Mei 2020 yang sebesar 28,6. 

Meski indeks sudah mulai meningkat, sayangnya, data terbaru masih menunjukkan kalau industri manufaktur Indonesia masih berada di bawah level ekspansif, alias masih di bawah 50,0. Dan ini menunjukkan masih adanya penurunan substansial dalam kesehatan sektor manufaktur.

Baca Juga: BI sebut inflasi bulan Juni 2020 yang sebesar 0,18% masih tetap terjaga rendah

Tak hanya itu, headline PMI Juni 2020 masih tercatat sebagai yang terendah ketiga sejak survei dimulai 9 tahun silam. "Kelonggaran tindakan pencegahan Covid-19 nasional cukup membantu memulihkan sektor manufaktur, tetapi tidak cukup untuk membendung penurunan lebih lanjut dalam produksi," tutur IHS Markit dalam keterangan resminya, Rabu (1/7). 

Masih tak ekspansifnya industri manufaktur pada Juni 2020 didorong oleh penurunan output dan pesanan baru. Selain itu, perusahaan juga masih mengurangi ketenagakerjaan dan aktivitas pembelian secara besar-besaran. 

Terperinci, output terlihat masih mengalami penurunan pada bulan Juni 2020. Dengan begitu, penurunan output tercatat selama 4 bulan berturut-turut. Volume output yang lebih rendah secara umum dipengaruhi oleh tren permintaan yang masih melemah. 

Sementara itu, pesanan baru yang masuk juga turun lebih lanjut selama bulan Juni 2020, walau rekor penurunan terdalam masih dipegang bulan April 2020. Penurunan penjualan secara keseluruhan juga terbebani oleh penurunan parah dalam pesanan ekspor. 

Baca Juga: Tertekan Covid-19, kinerja IHSG paling lesu se-Asia Pasifik

Di tengah penjualan yang masih menurun, perusahaan pun akhirnya mengambil langkah dengan mengurangi jumlah karyawan. Hal ini yang menyebabkan penurunan jumlah tenaga kerja selama 4 bulan berturut-turut dan tercatat dalam tingkat penurunan tercepat ketiga dalam rangkaian sejarah survei IHS Markit. 

Dengan berkurangnya output, aktivitas pembelian perusahaan juga berkurang drastis, walau tidak separah dalam dua bulan sebelumnya. Perusahaan cenderung memanfaatkan investasi yang ada sebisa mungkin agar tidak menambah timbunan stok yang sudah tinggi akibat tidak terjual karena lemahnya permintaan. 

Demikian juga dengan rantai pasokan masih berada di bawah tekanan pada bulan Juni 2020.

Baca Juga: Asia Pacific Fibers (POLY) nyatakan sanggup pasok bahan baku APD Ina United

Langkah pembatasan aktivitas yang ditetapkan oleh pemerintah mengganggu transportasi sehingga layanan distribusi menjadi terhambat. 

Tantangan lain pada bulan Juni 2020 adalah, perusahaan masih menghadapi kenaikan harga input akibat harga bahan baku yang tinggi serta nilai tukar yang lebih lemah. Hal ini yang membuat harga beberapa barang hasil industri pengolahan menjadi lebih mahal. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×