Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materiil UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Uji materiil ini terkait dengan pemberian izin tambang dari pemerintah kepada organisasi kemasyarakatan (ormas), badan usaha swasta, maupun ormas keagamaan yang termuat dalam perkara nomor 77/PUU-XXII/2024.
"Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jum'at (3/1).
Baca Juga: ESDM Selesaikan 1.757 Permohonan RKAB Mineral dan Batubara Jelang Akhir Tahun 2024
Hakim Konstitusi Arsul Sani membacakan pertimbangan hukum Mahkamah terkait dalil Pasal 6 Ayat (1) huruf j sebagaimana telah diubah berdasarkan Pasal I angka 4 UU Minerba yang dinilai Pemohon bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 karena memberikan kewenangan yang terlalu luas kepada Pemerintah Pusat untuk menetapkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) secara prioritas kepada ormas keagamaan sebagaimana diatur dalam PP 25/2024.
Terhadap dalil Pemohon ini, Mahkamah mencermati hal yang dipermasalahkan berupa substansi Pasal 83A ayat (1) PP 25/2024 yang merujuk pada ketentuan Pasal 6A ayat (1) UU Minerba.
Sehingga hal yang perlu ditegaskan peraturan pemerintah sebagai pelaksana undang-undang dibentuk untuk melaksanakan undang-undang sebagaimana mestinya.
Artinya, pembentukan peraturan pemerintah harus konsisten mengikuti ketentuan undang-undang dan tidak diperbolehkan bertentangan atau tidak sejalan dengan materi muatan undang-undang.
"Oleh karena dalil Pemohon tidak berkaitan dengan konstitusionalitas norma Pasal 6 ayat (1) huruf j UU Minerba melainkan berkaitan dengan legalitas peraturan pelaksana UU Minerba. Sehingga hal ini bukan menjadi ranah kewenangan Mahkamah untuk menilainya. Dengan demikian, dalil permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” ucap Arsul.
Baca Juga: Cegah Oversupply, Menteri ESDM Evaluasi RKAB Nikel untuk Kendalikan Produksi
Lebih lanjut, Asril mengatakan ihwal dalil Pemohon tentang penawaran prioritas WIUPK kepada ormas yang belum memiliki pengalaman teknis dan dianggap merusak lingkungan, maka Mahkamah melihat bahwa sejatinya UU Minerba telah menentukan skema untuk mendapatkan IUPK dalam menjalankan usaha bagi usaha swasta yang dilaksanakan dengan cara lelang WIUPK.
Untuk dapat melaksanakan hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai persyaratan, sedangkan syarat teknis dan pengelolaan lingkungan telah ditentukan badan usaha diwajibkan memiliki pengalaman minimal tiga tahun di bidang pertambangan minerba.
Sementara bagi badan usaha baru yang belum memiliki pengalaman, dukungan dari perusahaan lain yang bergerak di bidang pertambangan menjadi syarat wajib agar standar teknis tetap terpenuhi dengan syarat secara absolut tidak boleh mengalihkan hak atau izin kepada pihak lain.
Tujuannya memastikan pihak yang terlibat memiliki rekam jejak dan kapasitas dalam melaksanakan kegiatan pertambangan.
Di samping itu, terhadap persyaratan teknis dan pengelolaan lingkungan mewajibkan badan usaha memiliki personel yang berpengalaman minimal tiga tahun di bidang pertambangan dan/atau geologi yang menegaskan pentingnya keahlian teknis sebagai prasyarat mutlak dalam pengelolaan wilayah pertambangan.
Baca Juga: Freeport Ajukan Tambahan Kuota Ekspor Tembaga 2024, Smelter Belum Pulih
Oleh karena itu, sambung Arsul, jika syarat tersebut tidak dipatuhi sama artinya meniadakan asas dalam pengelolaan pertambangan minerba yakni asas berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Artinya, terhadap badan usaha swasta yang diberi izin mengelola minerba wajib mematuhi asas-asas tersebut bahkan untuk menegaskan hal ini dapat uraiannya pada Penjelasan UU 4/2009.
Selain itu, peserta lelang diwajibkan menyusun rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) selama kegiatan eksplorasi yang juga menjadi instrumen pengawasan untuk memastikan badan usaha menjalankan kegiatan dengan standar teknis dan lingkungan yang berlaku.
"Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, berkenaan dengan dalil penawaran WIUPK secara prioritas dalam Pasal 6 ayat (1) huruf j UU Minerba akan berdampak pada kerusakan lingkungan adalah dalil yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Dengan demikian, dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” ungkap Arsul.
Selanjutnya: Skema Baru Penyaluran Subsidi BBM Segera Diumumkan, Bahlil Bocorkan Kisi-kisinya
Menarik Dibaca: 6 Rekomendasi Film dengan Karakter Tunanetra Beragam Genre
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News