Sumber: Kompas.com | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi menilai proses uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 4 tahun 2014 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua UU Mahkamah Konstitusi penuh dengan kejanggalan. Untuk itu, koalisi meminta mahkamah membatalkan uji materi itu.
"Kami melihat ada keganjilan dan kami mensinyalir ini berdampak pada matinya integritas Mahkamah Konstitusi ke depan," kata salah satu perwakilan anggota koalisi, Erwin Natosmal Oemar, saat jumpa pers di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Rabu (12/2/2014).
Salah satu kejanggalan itu, kata Erwin, adalah proses uji materi yang begitu cepat. Jangka waktu mulai dari sidang pemeriksaan pendahuluan sampai dengan pembacaan putusan yang direncanakan Kamis (13/1/2014), hanya memakan waktu dua puluh hari.
Lazimnya, kata Erwin, proses pembuktian dalam sidang uji materi di MK berlangsung tiga kali. Jarak antar-sidang adalah dua minggu. Dalam uji materi UU MK setidaknya memerlukan 5 kali sidang. Jadi, normalnya memerlukan waktu 10 minggu.
"Itu belum dihitung dengan proses kesimpulan dan pembacaan sidang. Anggaplah paling cepat dua proses itu 14 hari, maka untuk pengujian UU MK memakan waktu 12 minggu," kata Erwin.
Kejanggalan lainnya, lanjut Erwin, sidang pemeriksaan yang hanya dilangsungkan satu kali. Selain itu, kata dia, pihak terkait dalam hal ini Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Komisi Yudisial juga diberikan waktu yang sangat terbatas untuk menyampaikan pendapat.
"Berdasarkan informasi yang kami terima, presiden (Susilo Bambang Yudhoyono) dan KY sampai hari ini juga belum mendapat surat, padahal pembacaan putusan dilakukan besok," ucapnya.
"Satu hal lagi, tindakan Mahkamah Konstitusi yang menerima pengujian UU MK juga menambah kejanggalan lain karena menabrak prinsip dalam hukum: nemo judex in casua sua, yang berarti MK tak bisa menjadi hakim atas dirinya sendiri," imbuhnya.
Dengan demikian, koalisi meminta mahkamah untuk menolak gugatan yang diajukan salah satu kelompok pengacara yang dipimpin Muhammad Asrun itu. Pasalnya, mereka menilai pembatalan UU MK dapat membuat citra MK semakin terpuruk.
Seperti diberitakan, Perppu MK diterbitkan Presiden SBY pascaterungkapnya kasus dugaan suap yang melibatkan Ketua MK saat itu, Akil Mochtar. Ada tiga substansi penting dalam revisi tersebut. Pertama, penambahan persyaratan menjadi hakim konstitusi dengan latar belakang partai politik harus terlebih dulu non-aktif selama minimal 7 tahun dari partainya.
Kedua, soal mekanisme proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi dari presiden, DPR, dan MA yang harus terlebih dulu di seleksi oleh panel ahli yang dibentuk Komisi Yudisial. Ketiga, soal perbaikan sistem pengawasan hakim konstitusi melalui Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi yang dipermanenkan. (Rahmat Fiansyah)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News