kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

PBB: Audit ulang fokus dana belanja pendidikan


Jumat, 07 Februari 2014 / 19:42 WIB
PBB: Audit ulang fokus dana belanja pendidikan
ILUSTRASI. Cegah Kebakaran dengan Memahami Komponen Instalasi Listrik Di Rumah Yuk Moms!


Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Tri Adi

JAKARTA. Pembangunan sektor pendidikan di Indonesia membutuhkan dorongan dari berbagai sisi agar perbaikan bisa terlaksana. Partai Bulan Bintang (PBB) meyakini bahwa buruknya kualitas pendidikan nasional dalam beberapa tahun terakhir ini, bukan hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) semata.

Secara umum, partai belambang bulan sabit dan bintang ini menilai ada beberapa masalah sektor pendidikan. Pertama, kualitas pendidikan di Indonesia yang masih buruk, sehingga tidak mampu mencetak sumberdaya manusia yang berkualitas. Kedua, sumber daya pendidik juga kurang memadai, di samping tingkat kesejahteraan yang belum tercukupi dan harus di tingkatkan. Dan ketiga, fasilitas pendidikan belum memadai dan belum ada standar antardaerah.

Nah, dari analisis inilah, PBB berjanji jika menjadi pemenang pemilu 2014 atau paling tidak dapat jatah di pemerintahan, akan memfokuskan anggaran pendidikan untuk memperbaiki masalah tersebut.

Wakil Sekretaris Jenderal PBB, BM Wibowo Hardiwardoyo bilang, saat ini pemerintah hanya memfokuskan pembangunan sektor pendidikan kepada perbaikan kualitas tenaga pendidik. "Pemerintah tidak memperhatikan pemerataan kualitas fasilitas pendidikan," ujarnya.

Memang, dengan luasnya wilayah Indonesia sudah pasti pemerintah mengalami kesulitan untuk mengawasi semua fasilitas pendidikan. Pemerintah daerah yang sejatinya mendapat tugas untuk mengatasi hal ini, cuma bisa menengadahkan tangan kepada pemerintah pusat. Apalagi daerah yang memiliki penghasilan asli daerah (PAD) yang sangat minim, akan mengabaikan pembangunan infrastruktur pendidikan.

Karena itulah PBB berpendapat, sebaiknya pengelolaan sektor pendidikan nasional dikembalikan lagi kepada pemerintah pusat. Dengan sentralisasi seperti ini, pemerintah pusat bisa langsung memberikan bantuan untuk pembangunan fasilitas pendidikan di daerah agar bisa memenuhi standar yang sama antar daerah.

Dengan cara ini juga PBB yakni penggunaan dana pendidikan yang jumlahnya tidak kecil yakni sebesar 20% dari total belanja negara bisa lebih efisien. PBB berharap anggaran pendidikan yang besar ini bisa terasa hingga daerah-daerah pelosok.

Besaran belanja pendidikan juga harus berimbang antara pembangunan fasilitas pendidikan dengan peningkatan kualitas tenaga pengajar. Karena itu, Wibowo menilai perlu dilakukan audit ulang terhadap pengalokasian belanja pendidikan.

Meski menginginkan pengelolaan pendidikan nasional tersentralisasi di pemerintah pusat, PBB ingin sistem pendidikan nasional juga mendorong kurikulum pendidikan yang juga berisi konten–konten lokal atau kedaerahan. Tujuannya untuk membangun jiwa nasionalisme di masyarakat.

Tak hanya PBB menjanjikan ke depan akan memberikan perlakuan yang sama antara sekolah negeri dengan sekolah swasta, termasuk sekolah agama seperti madrasah atau pesantren. "Sekolah swasta membantu pembangunan pendidikan nasional," katanya.

Pakar Ekonomi Syariah PBB, Karnae Perwata Atmaja menambahkan, ke depan perlu adanya program pendidikan dalam jangka pendek, menengah, dan panjang dalam membangun sektor pendidikan. Program tersebut harus dijabarkan dan didukung oleh anggaran belanja negara, jangka pendek dan panjang.           


Terbentur keputusan Mahkamah Konstitusi

Melimpahnya alokasi belanja pendidikan sebesar 20% dari APBN menjadi percuma jika secara nyata tidak meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Partai Bulan Bintang (PBB) mendorong untuk memaksimalkan belanja anggaran guna pembangunan fasilitas pendidikan serta tenaga pendidik.

Pengamat Pendidikan, Darmaningtyas mengatakan, PBB akan menemui kendala untuk bisa memaksimalkan belanja pendidikan untuk membangun fasilitas pendidikan seperti bangunan sekolah. "Sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa mayoritas anggaran pendidikan untuk menjamin kesejahteraan guru dan dosen," katanya.

Secara realitas bahwa sebesar 70% dari total belanja pendidikan lewat APBN ditujukan untuk gaji tenaga pendidik di seluruh Indonesia. Sehingga, cukup sulit untuk bisa mendorong secara bersamaan pembangunan fasilitas pendidikan dan kualitas tenaga pendidik.

Menurutnya, semakin banyak terbitnya sertifikasi tenaga pengajar atau guru maka akan semakin besar beban dana belanja pendidikan di APBN yang dialokasikan untuk gaji. Konsekuensinya alokasi untuk pembangunan fasilitas pendidikan akan semakin kecil.

Perlu adanya kreativitas dan inovasi dari pemerintah untuk bisa memaksimalkan dana pendidikan. Ia juga beranggapan, untuk mengandalkan pemerintah daerah cukup sulit dengan keterbatasan dana APBD.

Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengingatkan, untuk mewujudkan pemerataan kualitas pendidikan PBB tidak bisa bekerja sendiri. "Perlu berkomunikasi dengan partai lain, sinkronisasi otonomi daerah, dan mengawasi pelaksanaan Undang-Undang (UU) Desa," katanya. Selain itu besaran alokasi dana pendidikan di Kemdikbud untuk fasilitas pendidikan perlu dievaluasi. Harus disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×