kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.806   -11,00   -0,07%
  • IDX 7.495   15,66   0,21%
  • KOMPAS100 1.160   5,20   0,45%
  • LQ45 920   6,64   0,73%
  • ISSI 226   -0,42   -0,18%
  • IDX30 475   4,07   0,87%
  • IDXHIDIV20 573   5,09   0,90%
  • IDX80 133   0,84   0,63%
  • IDXV30 140   1,19   0,85%
  • IDXQ30 158   1,00   0,64%

Menkeu waspadai pelemahan perdagangan internasional akan menekan ekspor Indonesia


Selasa, 11 Juni 2019 / 14:54 WIB
Menkeu waspadai pelemahan perdagangan internasional akan menekan ekspor Indonesia


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Usai menghadiri pertemuan G20 di Fukuoka Jepang, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan risiko pelemahan ekonomi global semakin nyata. Hal ini terlihat dari proyeksi Bank Dunia yang memangkas pertumbuhan ekonomi global tahun ini dari 2,9% menjadi 2,6% serta IMF menjadi 3,3%.

Tantangan lain yang menjadi kewaspadaan pemerintah Indonesia saat ini adalah pelemahan volume perdagangan internasional yang hanya tumbuh 2,6% atau terendah sejak krisis 2008. Padahal, jelas Sri Mulyani, saat ekonomi dunia tumbuh sehat pertumbuhan perdagangan internasional bisa mencapai dua kali lebih besar dari pertumbuhan ekonomi global.

"Ini artinya untuk Indonesia kita akan melihat bahwa tantangan dari pertumbuhan global yang lemah untuk paruh kedua ini menjadi sangat riil," ujar Sri Mulyani di kantornya, Selasa (11/6).

Data terakhir dari Kementerian Keuangan (Kemkeu) menunjukkan ekspor turun 2,08%, sementara itu impor turun 7,75%. Dari sisi permintaan, jelas Sri Mulyani, destinasi besar ekspor mengalami pelemahan seperti Amerika Serikat (AS), China dan Eropa. Apalagi saat ini Eropa tengah mengalami situasi geopolitik yang jauh lebih sulit.

"Kalau tiga tujuan destinasi ini lemah, memang ekspor kita dari sisi permintaan akan sangat tertantang," jelas Sri Mulyani.

Untuk itu saat ini perlu ada upaya mencari pasar baru meskipun pertumbuhan negara-negara lain juga akan ikut turun dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi global. Selain itu, Sri Mulyani menekankan pada upaya perbaikan keras untuk meningkatkan daya saing baik mulai dari bahan baku, efisiensi serta produktivitas.

"itu semua biaya, infrastruktur kualitasnya. Dan biayanya harus betul-betul dilihat dan dikurangi agar betul-betul bisa ciptakan produk Indonesia dengan kualitas baik dan harganya kompetitif. Tanpa itu dalam situasi dunia yang sangat lemah ini akan menjadi sangat menantang," imbuh Sri Mulyani.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan kondisi saat ini sudah menjadi emergency call. Sebab dari global tekanan semakin berat ditambah dengan struktur ekspor Indonesia yang masih bergantung pada komoditas mentah.

"Memang kita harus waspadai dari sisi ekspor dalam jangka pendek. Harus segera diubah, ini semacam emergency call, tidak bisa hanya andalkan ekspor komoditas," ujar Lana saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (11/6).

Perbaikan dalam negeri harus diupayakan, terutama menggeser ekspor andalan dari komoditas ke hasil industri manufaktur ataupun jasa. Sayangnya, ujar Lana, ini perlu jangka menengah-panjang.

Namun, "Masih ada peluang kalau kita mau, tetapi akan rebutan dengan Vietnam," imbuh dia.

Lana menjelaskan saat ini Indonesia bisa memanfaatkan peluang menjadi negara hub. Saat tarif ekspor China ke AS semakin tinggi, Indonesia bisa memanfaatkan peluang dengan menarik barang dari China ke Indonesia, yang kemudian akan diekspor oleh Indonesia ke AS.

Lana menambahkan, dalam situasi global saat ini, pemerintah hanya memiliki dua pilihan yakni mempertahankan stabilitas atau mendorong pertumbuhan ekonomi. Apabila pemerintah memilih untuk mendorong pertumbuhan ekonomi maka risiko yang dihadapi adalah melebarnya defisit transaksi berjalan alias current account deficit (CAD).

"Ekspor sudah tidak bisa dikontrol, maka impor agak dilonggarkan supaya ekonomi tumbuh di atas 5,2% tetapi CAD mau tidak di atas 3%?," ujar Lana.

Kendati demikian Lana melihat pemerintah lebih memilih untuk menjaga stabilitas dengan mempertahankan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5%-5,2%. Artinya pemerintah tetap akan menahan impor agar CAD juga terjaga, namun pertumbuhan ekonomi tidak bisa terakselerasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×