kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Perang dagang makin kencang, pemerintah fokus pada strategi ekspor impor


Selasa, 11 Juni 2019 / 11:16 WIB
Perang dagang makin kencang, pemerintah fokus pada strategi ekspor impor


Reporter: Grace Olivia | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tanda-tanda berakhirnya perang dagang tak juga kelihatan. Sebaliknya, Amerika Serikat (AS) dan China tampak semakin gencar dalam aksi saling balas tarif dan ancaman dalam beberapa waktu terakhir yang semakin menimbulkan ketidakpastian dalam perekonomian dan perdagangan dunia.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir memandang, arah perang dagang antara AS dan China memang sulit diprediksi. Namun, menurut dia, ada potensi AS kembali bersikap melunak yaitu jika pertumbuhan ekonomi negeri Paman Sam tersebut terkoreksi di akhir kuartal kedua nanti.

“Kepastian perang dagang saya perkirakan setelah pertumbuhan (ekonomi AS) triwulan kedua. Kalau menurun, perang dagang pasti tidak akan berlangsung lama. Saya yakin AS tidak mungkin ngotot terus seperti sekarang ini,” ujar Iskandar, Senin (10/6).

Setidaknya, ia melanjutkan, AS sudah menunjukkan sikap lebih lunak kepada Meksiko. Akhir pekan lalu, Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk menunda kenaikan tarif bea masuk untuk produk impor Meksiko sebesar 5% setelah tercapainya kesepakatan Meksiko mengurangi arus imigran masuk ke wilayah AS.

Namun, Iskandar juga tak menampik, kemungkinan perang dagang berlanjut dan makin panas juga tetap ada. Terutama jika pertumbuhan ekonomi AS melaju lebih tinggi di kuartal kedua. Hal ini terjadi pada kuartal pertama lalu di mana ekonomi AS berhasil tumbuh pada level 3,2%, jauh lebih tinggi melampaui perkiraan Federal Reserve yang hanya 2,4%.

Oleh karena itu, Iskandar mengatakan, pemerintah terus fokus mengantisipasi dampak dari keberlanjutan perang dagang. Utamanya, dampak terhadap perdagangan internasional Indonesia yang tecermin dari neraca perdagangan.

“Ekspor sudah jelas menurun. Tapi impor kita masih lebih besar kontraksinya. Negara-negara berkembang saya lihat turun semua pertumbuhan ekspornya, kecuali Vietnam dan India,” ujarnya.

Menghadapi itu, pemerintah melakukan langkah identifikasi produk untuk mengambil peluang mengekspor barang yang tadinya diekspor China ke AS. Iskandar bilang, pemerintah mengevaluasi produk-produk Indonesia apa saja yang memiliki keunggulan komparatif dan layak didorong ekspornya untuk mengungkit kinerja ekspor secara keseluruhan.

Di sisi lain, upaya menekan impor terus berlanjut, terutama barang-barang konsumsi dan barang yang masih bisa diproduksi sendiri di dalam negeri. “Tapi barang-barang modal seperti mesin yang bagus untuk investasi, itu jangan direm karena bisa menciptakan output baru dalam ekonomi,” tandasnya.

Selain itu, pemerintah juga berencana mengurangi impor jasa dengan cara memberi kemudahan investasi di sektor jasa. Misalnya, membuka rumahsakit-rumahsakit atau sekolah bertaraf internasional di dalam negeri agar tidak perlu banyak orang Indonesia berbondong-bondong berobat dan bersekolah ke luar negeri.

Kemenko Perekonomian saat ini tengah merancang sejumlah kawasan ekonomi khusus (KEK) untuk sektor jasa. Di antaranya KEK pendidikan, KEK kesehatan, KEK ekonomi kreatif, hingga KEK ekonomi digital. “Ini harapannya untuk bisa mensubtitusi kebutuhan jasa kita di dalam negeri,” kata Iskandar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×