Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) bekerja cepat dalam merealisasikan kenaikan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) untuk mobil mewah jenis Completely Built Up (CBU). Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri mengaku telah menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang aturan ini.
Sekadar tahu, sebelumnya tarif PPn BM untuk jenis mobil impor utuh tersebut maksimal hanya 75%. Dengan ditandatanganinya PMK baru maka mobil mewah CBU akan dikenakan tarif pajak maksimal sebesar 125%-150%. "PMK sudah saya tandatangani kemarin malam," ujar Chatib, Senin (26/8) di kantornya.
Pemerintah berharap kenaikan tarif PPn BM ini bisa mengerek harga mobil CBU. Dengan begitu, minat masyarakat membeli mobil impor menurun sehingga ikut mengurangi defisit neraca transaksi berjalan Indonesia.
Selain menaikkan PPn BM mobil jenis CBU, Chatib juga sudah menandatangani PMK pembebasan PPn BM untuk barang dasar yang sudah bukan dikategorikan barang mewah lagi. Misalnya jam tangan yang dianggap mewah batas harganya tidak lagi Rp 2 juta. Lalu, penyejuk ruanganĀ atau air conditioner kapasitas setengah PK tak lagi masuk barang mewah. Tapi Chatib belum memerinci barang yang dihapus PPn BM-nya.
Pemerintah juga janji mengeluarkan aturan relaksasi pembatasan fasilitas kawasan berikat, menghapus Pajak Penghasilan (PPh) atas impor buku nonfiksi, insentif bagi industri padat karya berupa fasilitas pengurangan PPh. Chatib menjelaskan, paket kebijakan pemerintah itu dikeluarkan dengan tujuan memperbaiki kondisi fiskal Indonesia. "Kami ingin memberikan sinyal kepada pasar bahwa pemerintah serius memperbaiki kondisi fiskalnya," kata Chatib (26/8).
Ekonom Universitas Gadjah Mada, Tony A. Prasetyantono menilai langkah pemerintah tersebut tidak akan langsung berpengaruh terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Menurut dia dalam jangka pendek dan menengah, neraca perdagangan tetap akan mengalami defisit hingga US$ 6 miliar hingga akhir tahun.
Kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah tersebut hanya tepat untuk memompa pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Selain itu, kebijakan juga hanya efektif jika pemerintah konsisten melaksanakan kebijakan yang direncanakan.
Asep Munazat Zatnika
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News