kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menhan Prabowo Subianto bisa kembali berkunjung ke AS, setelah 20 tahun di-blacklist


Kamis, 15 Oktober 2020 / 18:29 WIB
Menhan Prabowo Subianto bisa kembali berkunjung ke AS, setelah 20 tahun di-blacklist
ILUSTRASI. Menhan Prabowo Subianto kembali bisa berkunjung ke AS setelah 2o tahun di-blacklist karena kasus HAM. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN


Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Menteri Pertahanan Prabowo Subianto kembali  menginjakkan kakinya di Amerika Serikat, setelah 20 tahun sejak tahun masuk daftar blacklist AS terkait pelangaran Hak Azasi Manusia tahun 1998.

Prabowo tiba di AS pada Kamis 15 September 2020 ini. Dalam keterangan resmi Kementerian Luar Negeri Indonesia, Kamis (8/10) lalu disebutkan bahwa Menhan Probowo Subianto diundang oleh Pemerintah Amerika Serikat melalui Menteri Pertahanan Amerika Serikat Mark Esper.

Menhan Prabowo berkunjung ke AS pada tanggal 15-19 Oktober 2020.

Di negeri Paman Sam itu,  Prabowo akan bertemu dengan Menhan Mark Esper di Pentagon.

Baca Juga: Pentagon bersiap menyambut kedatangan Prabowo Subianto

Bertujuan menjalin kerja sama dengan Kemenhan AS, Menhan Prabowo juga akan menemui pejabat lain untuk membicarakan perjanjian  bidang pertahanan.

Hanya, kunjungan Menhan RI Probowo mengundang protes. Salah satunya: Amnesty Internasional. Organisasi non-pemerintah Amnesty Internasional ini minta AS untuk membatalkan visa dan kunjungan Prabowo.

Dalam rilis Amnesty Internasional yang diunggah di website resminya, (13/10), Direktur Nasional, Advokasi dan Urusan Pemerintahan Amnesty International USA, Joanne Lin mengatakan, keputusan Kementerian Luar Negeri baru-baru ini untuk mencabut larangan Prabowo Subianto adalah pembalikan total dari kebijakan luar negeri AS yang telah berlangsung selama beberapa dekade.

“Undangan tersebut harus dibatalkan karena akan menjadi bencana bagi hak asasi manusia di Indonesia,” ujar Lin.

Baca Juga: Kata Prabowo Subianto soal kerusuhan demo UU Cipta Kerja

Amnesty Internasional dan Amnesty Indonesia juga mengeluarkan surat yang meminta Amerika Serikat untuk menyelidiki Prabowo atas pelanggaran HAM.

“Jika ada cukup bukti yang dapat diterima bahwa dia bertanggung jawab secara pidana atas penyiksaan, bawa dia ke pengadilan atau ekstradisinya ke negara  mana pun yang bersedia menjalankan yurisdiksi atas kejahatan yang dituduhkan, seperti amanay pasal 5 (2) Konvensi Menentang Penyiksaan,” lanjut Lin.

Amnesty mengaku prihatin ayas pemberian visa Departemen Luar Negeri AS kepada Prabowo Subianto untuk datang ke Washington DC untuk bertemu Menteri Pertahanan AS, Mark Esper, dan Ketua Gabungan Kepala Staf AS, Jenderal Mark Milley, pada 15 Oktober.

Jika merujuk rekam jejaknya, salah satu alasan Prabowo tak bisa masuk AS sejak tahun 2000, salah satunya adalah dugaan terlibat pelanggaran HAM di tahun 1998.

Tahun 2000, saat Prabow hendak menghadiri wisuda anaknya, Didit Hediprasetyo, di Boston tiba-tiba dilarang masuk. Tidak ada kejelasan pasti soal penyebab pelarangan tersebut.

Penyebab larangan itu terungkap di 2012. Kepada Reuters, saat itu, Prabowo mengaku ia dituduh terlibat kasus HAM.

Kala itu, Prabowo dituduh menjadi biang keladi kerusuhan yang menewaskan ratusan orang setelah mertuanya, Presiden ke-2 RI Soeharto harus lengser.

Namun, Prabowo membantah mentah-mentah tudingan itu.

Berdasarkan catatan Amnesty International, tahun 1998, Komandan Kopassus itu dianggap berperan dalam hilangnya para pegiat politik.

Dalam surat Amensty Internasional ke Menteri Luar Negeri Michael R Pompe0 13 Oktober, Amensty menyebut Prabowo Subianto banyak dituduh terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia, termasuk penculikan aktivis pro-demokrasi di bulan-bulan menjelang berakhirnya pemerintahan Soeharto.

Investigasi resmi independen yang diberi mandat untuk menyelidiki pelanggaran HAM berat pada tahun 1998 menyimpulkan bahwa Prabowo Subianto mengetahui pelanggaran tersebut.

 Sebagai Panglima pasukan khusus Angkatan Darat, pada akhirnya bertanggung jawab atas penculikan aktivis pro-demokrasi pada tahun 1997-98. Hanya saja, tuduhan terhadapnya tidak pernah disidangkan di pengadilan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×