Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
Yon menyebutkan, penyerapan insentif perpajakan yang rendah tidak menambah potensi peneriman pajak di akhir tahun. Dia mengatakan, dalam mekanisme penganggaran insentif pajak 2020 berdasarkan data tahun lalu, yang diestimasi dari kondisi wajib pajak kala itu.
“Misalnya dalam hal impor, ternayata realisasisi wajib pajak yang bersangkutan impornya tumbuh negatif 30%, sehingga insentif yang tidak terpakai jadinya sebesar 30% dan menjadi realisasi tambahan shortfall,” kata Yon.
Nah, di akhir tahun ini yang tinggal tiga bulan, Kemenkeu berkomitmen untuk tetap responsif memberikan insentif pajak kepada dunia usaha. Misalnya, di akhir bulan lalu pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/PMK.010/2020 yang merupakan aturan insentif untuk bea masuk DTP dalam rangka penanganan pandemic Covid-19.
Lalu, PMK Nomor 143/PMK.03/2020, beleid yang memberikan insentif pajak untuk penanganan pandemi termasuk industri farmasi. Beleid ini juga memperpanjang waktu ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2020 yakni fasilitas pajak penghasilan dalam ranka pandemi.
“Perkembangan insentif dinamis mengikuti perkembangan kondisi ekonomi dan wajib pajak, sehingga insentif yang keluar benar-benar tepat sasaran dan dapat berfungsi optimal,” ujar Yon.
Selanjutnya: Penyerapan anggaran stimulus perpajakan baru 22,9% dari pagu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News