Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggaran stimulus atau insentif perpajakan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) minim penyerapan. Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi insentif perpajakan sampai 28 September 2020 sebesar Rp 27,61 triliun. Angka tersebut setara dengan 22,9% dari pagu senilai Rp 120,61 triliun.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Perpajakan Yon Asral mengatakan, penyerapan insentif perpajakan rendah karena total anggaran yang ditetapkan dihitung berdasarkan data tahun lalu. Sehingga, kondisi ekonomi tahun ini yang notabene lebih buruk dari tahun lalu, membuat wajib pajak (WP) minim memanfaatkan insentif.
Maklum, krisis akibat pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19) mengakibatkan aktivitas dunia usaha menurun, alhasil lebih banyak rugi daripada untung. Adapun secara rinci realisasi stimulus perpajakan sampai dengan periode akhir bulan lalu itu tersebar dalam beberapa insentif.
Pertama, untuk insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah sebesar Rp 1,98 triliun atau setara 7,6% dari pagu senilai Rp 25,66 triliun. Kedua, pembebasan PPh 22 impor senilai Rp 6,85 triliun atau sama dengan 46,4% dari total anggaran Rp 14,75 triliun.
Baca Juga: Rencana pajak mobil 0 persen malah merugikan industri otomotif saat ini
Ketiga, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar Rp 9,53 triliun, setara dengan 66% dari total pagu yakni Rp 14,4 triliun. Keempat, pengembalian pendahuluan atau percepatan restitusi pajak pertambahan nilai Rp 2,44 triliun, sama dengan 42% dari total anggaran Rp 5,8 triliun.
Kelima, penurunan tarif PPh badan dari 25% menjadi 22% senilai Rp 6,82 triliun. Angka tersebut setara dengan 34,1% dari total insentif program ini senilai Rp 20 triliun.
“Tinggi rendahnya penyerapan tentunya sangat tergantung pada kondisi ekonomi,” kata Yon kepada Kontan.co.id, Jumat (2/10).
Yon menjelaskan, dalam pagu insentif perpajakan, terdapat komponen pajak ditanggung pemerintah (DTP), dan sebagian diperhitungkan dalam shortfall penerimaan pajak. Artinya, pemerintah tidak menyediakan uang tunai untuk insentif, tapi konsekuensi terhadap berkurangnya potensi penerimaan pajak di pos jenis pajak itu.
Catatan Kontan.co.id, dalam insentif perpajakan di program PEN, total insentif yang menggunakan mekanime DTP sekitar Rp 65,66 triliun atau setara 54,4% dari total anggaran insentif. Insentif pajak DTP ini diberikan untuk PPh Pasal 21 Rp 25,66 triliun dan cadangan untuk perpajakan periode insentif PPh Pasal 21 dan stimulus lainnya Rp 40 triliun.
Baca Juga: Ingat ya, mulai 1 Oktober, pengusaha kena pajak wajib buat faktur pajak elektronik
Yon menyebutkan, penyerapan insentif perpajakan yang rendah tidak menambah potensi peneriman pajak di akhir tahun. Dia mengatakan, dalam mekanisme penganggaran insentif pajak 2020 berdasarkan data tahun lalu, yang diestimasi dari kondisi wajib pajak kala itu.
“Misalnya dalam hal impor, ternayata realisasisi wajib pajak yang bersangkutan impornya tumbuh negatif 30%, sehingga insentif yang tidak terpakai jadinya sebesar 30% dan menjadi realisasi tambahan shortfall,” kata Yon.
Nah, di akhir tahun ini yang tinggal tiga bulan, Kemenkeu berkomitmen untuk tetap responsif memberikan insentif pajak kepada dunia usaha. Misalnya, di akhir bulan lalu pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/PMK.010/2020 yang merupakan aturan insentif untuk bea masuk DTP dalam rangka penanganan pandemic Covid-19.
Lalu, PMK Nomor 143/PMK.03/2020, beleid yang memberikan insentif pajak untuk penanganan pandemi termasuk industri farmasi. Beleid ini juga memperpanjang waktu ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2020 yakni fasilitas pajak penghasilan dalam ranka pandemi.
“Perkembangan insentif dinamis mengikuti perkembangan kondisi ekonomi dan wajib pajak, sehingga insentif yang keluar benar-benar tepat sasaran dan dapat berfungsi optimal,” ujar Yon.
Selanjutnya: Penyerapan anggaran stimulus perpajakan baru 22,9% dari pagu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News