Reporter: Grace Olivia | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Neraca transaksi berjalan Indonesia sepanjang kuartal-III 2018 kembali mengalami deifsit, bahkan melebar menjadi US$ 8,8 miliar atau setara 3,37% dari produk domestik bruto (PDB). Salah satu penyebabnya ialah ketergantungan terhadap jasa angkut logistik dari mancanegara yang membuat neraca perdagangan jasa terus mencetak defisit.
Namun, Indonesia sejatinya memiliki sejumlah sektor yang berpotensi menjadi sumber penerimaan perdagangan jasa yang besar dan mampu menutupi defisit. Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Rofyanto Kurniawan mengatakan, pemerintah tengah mempersiapkan sejumlah kebijakan yang dapat mendongkrak ekspor jasa.
Di antaranya, memperluas cakupan ekspor jasa dengan pengenaan PPN 0%. Sebelumnya, BKF sempat menyebut, ketentuan perluasan kebijakan tersebut bakal rampung akhir tahun ini.
Selain itu, ada kebijakan lain yang tengah digodok pemerintah terkait jasa kena pajak untuk angkutan tertentu. "Untuk mendorong industri jasa angkutan udara nasional, maka jasa kena pajak sewa alat angkutan udara internasional atas penyerahannya tidak dipungut PPN," ujar Rofyanto kepada Kontan.co.id, Minggu (11/11). Sayang, Rofyanto belum merespon lebih lanjut mengenai wacana kebijakan ini akan seperti apa lebih jelasnya.
Adapun di sisi lain, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Muhammad Faisal, mengatakan, sejatinya tidak hanya Indonesia yang mengalami defisit pada perdagangan jasa angkutan, tetapi Thailand dan Vietnam juga. "Tapi, mereka bisa menanggulanginya dengan pariwisata. Jasa perjalanan/pariwisata mereka surplus sehingga dapat menutupi defisit," ujar Faisal, Minggu (11/11).
Faisal menilai, pariwisata Indonesia masih memiliki ruang untuk pengembangan lebih lanjut dan masif. Kemajuan pariwisata nantinya, menurut dia, bakal turut berpengaruh mendorong sektor industri manufaktur maupun industri barang lainnya seperti makanan dan kerajinan tangan.
Setali tiga uang, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira juga menyoroti pariwisata sebagai sektor yang berpotensi menjadi solusi defisit neraca jasa Indonesia selama ini.
"Kalau susah mengganti kapal asing karena dari skala ekonomi kita susah bersaing dalam hal logistik domestik, kita bisa bermain dari segi pariwisata untuk menutup defisit jasa, seperti Thailand," kata Bhima.
Tak hanya pariwisata, Bhima juga mengimbau agar pemerintah jeli melihat potensi pasar jasa di ASEAN. "Contohnya Thailand, mereka itu salah satu negara dengan pertumbuhan populasi lanjut usia (lansia) tercepat saat ini sehingga membutuhkan banyak jasa personal perawat khusus lansia," terang Bhima.
Pemerintah, dalam hal ini, seharusnya bisa mengoptimalkan program vokasi yang spesifik mengarah pada kebutuhan tersebut. "Jadi vokasi jangan lagi ditujukan untuk bidang yang industrinya saja sudah lebih pilih pakai robot," kata Bhima.
Adapun, di saat yang bersamaan, pemerintah tetap perlu menekan pembayaran jasa transportasi yang selama ini menjadi kontributor terbesar defisit neraca perdagangan jasa. "Ini salah satu faktor masalah yang struktural dan harus bisa kita tekan," tandas Bhima.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News