Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah hanya mempunyai waktu sekitar tiga pekan untuk menyusun daftar barang mewah yang akan dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) 12%.
Pasalnya berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) kenaikan tarif PPN tersebut mulai berlaku 1 Januari 2025.
Sebagaimana diketahui, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengumumkan bahwa tarif PPN 12% hanya akan dikenakan untuk barang mewah saja, sementara barang umum lainnya tetap dikenakan tarif 11%. Meski begitu hingga saat ini belum ada kejelasan terkait daftar barang mewah yang dimaksud.
Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyampaikan, daftar barang mewah yang akan dikenakan tarif PPN 12% akan diatur oleh Kementerian Keuangan.
“Diserahkan kan teknisnya nanti Menteri Keuangannya akan ngatur (daftar barang mewah kena PPN 12%,” tutur Susi kepada awak media, Jumat (6/12).
Baca Juga: Usai Bertemu Prabowo, DPR Sebut PPN 12% Hanya Berlaku Untuk Barang Mewah
Dihubungi secara terpisah, Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Wahyu Utomo menyampaikan, daftar barang mewah yang akan dikenakan tarif PPN 12% masih dalam pembahasan BKF.
“Masih dalam pembahasan,” kata Dia kepada Kontan, Jumat (6/12).
Meski begitu, Wahyu enggan memerinci kapan tenggat waktu perencanaan tersebut akan rampung. Pun dengan mekanisme aturan hukum terkait PPN 12% tersebut, apakah akan melalui revisi UU HPP, atau diterbitkan melalui Peraturan Presiden.
Fajry Akbar, pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menilai, apabila barang mewah yang dimaksud adalah barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), kenapa pemerintah tidak menaikkan tarif PPnBM saja dan bukan PPN.
Menurutnya, sistem PPN di Indonesia tidak mengenal sistem multi tarif, dan menggunakan sistem single tarif dengan beberapa pembebasan dan pengecualian objek.
Ia menjelaskan, apabila pemerintah ingin mengubah kebijakan PPN dengan multi tarif, maka harus merevisi UU HPP. Menurutnya, dalam pembahasan UU HPP, skema multitarif tertolak, sehingga membutuhkan waktu.
Di samping itu, Kemenko Perekonomian juga ingin memberikan insentif PPnBM bagi otomotif. Sehingga menjadi sebuah bauran kebijakan yang tidak sinkron.
Baca Juga: PPN 12% akan Berlaku untuk Barang Mewah, Ekonom: Lebih Baik Ditunda
“Sudah pasti insentif tersebut akan dinikmati oleh kelompok atas dan juga pabrikan otomotif,” jelasnya.
“Karena kita single tarif, tidak bisa pilah-pilih mana yang akan naik, kecuali objek tertentu yang mendapatkan pengecualian atau pembebasan,” tutur Fajry kepada Kontan, Kamis (5/12).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News