kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menaker Sebut Upah Minimum 2023 Lebih Tinggi Dibanding 2022, Buruh Ngotot Minta 13%


Rabu, 09 November 2022 / 04:22 WIB
Menaker Sebut Upah Minimum 2023 Lebih Tinggi Dibanding 2022, Buruh Ngotot Minta 13%


Reporter: kompas.com, Vendy Yhulia Susanto | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Isu upah minimum masih menjadi perdebatan hangat antara pemerintah, pengusaha dan buruh. 

Kompas.com memberitakan, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah memastikan bahwa upah minimum tahun 2023 akan naik. 

Hal ini mengacu Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. 

"Upah minimum dihitung dengan menggunakan formula perhitungan upah minimum yang memuat variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi. Jika kita melihat kedua indikator ini, pada dasarnya sudah dapat dilihat bahwa upah minimum tahun 2023 relatif akan lebih tinggi dibandingkan dengan upah minimum tahun 2022," katanya dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (8/11/2022). 

Dengan data pertumbuhan ekonomi dan inflasi, lanjut Menaker, penetapan upah minimum juga meliputi penyesuaian upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK). 

Baca Juga: Kurangi Dampak Resesi pada Pekerja, Pengusaha Minta Kebijakan Flexible Working Time

Menaker menjelaskan, penyesuaian UMP dan UMK ini meliputi 20 jenis data yang didapat Badan Pusat Statistik (BPS), kemudian diserahkan kepada Kemenaker. 

"Kementerian Ketenagakerjaan kami sampaikan nantinya kepada seluruh gubernur seluruh Indonesia. Selanjutnya, kami juga telah melakukan serangkaian persiapan dalam rangka penetapan upah minimum tahun 2023 yang dimulai dengan melakukan beberapa kegiatan," ucapnya. 

Dalam penetapan upah minimum telah dilakukan dengan menyerap aspirasi sesuai dengan PP 36 Tahun 2021, di mana Dewan Pengupahan yang memberikan masukan. 

"Seperti masukannya ini yang kami peroleh dari Dewan Pengupahan. Upah minimum dengan dasar PP 36 2021 dipandang tidak adil. Kemudian yang berikutnya masukannya adalah perlu kepastian hukum atas gugatan upah minimum Tahun 2022 di beberapa wilayah," papar Menaker. 

Baca Juga: Menaker Janjikan Upah 2023 Naik, Cek Daftar UMP & UMK 2022 Di Indonesia

Selain itu juga masukan dari para pengusaha pun seperti Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang mengusulkan agar upah minimum masih mengacu PP 36/2021 aturan turunan dari UU Cipta Kerja. 
"Masukan dari unsur pengusaha ini bisa dikonfirmasi kepada teman-teman Kadin yang tetap menginginkan PP 36/2021. Karena menganggap bahwa PP 36/2021 lebih realistis. Kemudian, penetapan upah minimum tahun 2003 tetap mengacu pada PP 36/2021," jelasnya. 

Menteri dari Politisi PKB ini mengakui bahwa usulan dari para pengusaha jelas tidak selaras dengan serikat pekerja/serikat buruh yang menolak upah minimum masih menggunakan formula PP 36/2021. 

"Kami juga mendapatkan masukan dari para pekerja atau buruh yang telah bertolak belakang tentu saja dengan yang disampaikan oleh teman-teman dari Apindo dan Kadin. Mereka menyampaikan bahwa PP 36/2021 tidak bisa jadi dasar penetapan upah minimum," ungkapnya. 

Maka dari itu, mengenai gaji, lanjut Menaker, diperlukan dialog antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh. 

"Berikutnya, perlu didorong penerapan upah di luar upah minimum yakni upah layak. Seperti struktur skala upah. Saya kira ini yang sudah kami lakukan sampai hari ini, menyerap aspirasi dari stakeholder baik dari mulai dari teman-teman di Dewan Pengupahan, serikat pekerja/serikat buruh maupun teman-teman pengusaha," pungkas dia.

Buruh tuntut kenaikan 13%

Melansir Kontan.co.id, erikat pekerja ngotot meminta kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2023 sebesar 13%.

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban mengatakan, perhitungan kenaikan UMP mestinya berdasarkan PP nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.

Sebab, PP nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan, merupakan aturan turunan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Baca Juga: BPS Catat Rata-rata Upah Buruh pada Agustus 2022 Capai Rp 3 Juta, Naik 12,22%

Adapun Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. 

Dalam salah satu amar putusannya, MK memerintahkan Pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.

Serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Elly menyebut, penetapan UMP merupakan salah satu kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Sebab itu, sudah semestinya penentuan UMP kembali mengacu pada PP nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.

"Ketika kami nanti mengacu kepada PP 36 itu kan masih bermasalah karena UU nya masih cacat secara formil," ujar Elly saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (8/11).

KSBSI meminta UMP 2023 naik sekitar 10% sampai 13%. Jika berdasarkan PP 78/2015, maka perhitungannya dari komponen pertumbuhan ekonomi yang berada diangka 5,72% persen dan inflasi yang berada di angka 5,71%.

"Kami belum setuju pemakaian kenaikan upah Berdasarkan PP 36, jadi kami masih memakai PP 78 dengan perkiraan naik 10% sampai 13%," ucap Elly.

Elly berharap pemerintah bisa memastikan kenaikan UMP bukan seperti tahun lalu. Dia menyarankan agar ada hak diskresi pemerintah daerah terkait penetapan UMP.

Senada, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menuntut kenaikan upah minimum tahun 2023 sebesar 13%. Sebab, kenaikan harga BBM memicu kenaikan harga dan telah dirasakan dampaknya oleh kaum buruh.

Iqbal mengatakan, akibat kenaikan BBM, daya beli buruh turun 30%. Apalagi 3 sektor yang paling banyak dikonsumsi buruh harganya melonjak tinggi. Yaitu makanan minuman, transportasi, dan tempat tinggal.

Baca Juga: Serikat Buruh: Badai PHK Pasti Terjadi Jika Terjadi Resesi

KSPI menolak dasar perhitungan kenaikan UMP tahun 2023 menggunakan PP 36/2021 yang merupakan aturan turunan dari omnibus law UU Cipta Kerja yang sudah dinyatakan MK cacat formil. Oleh karena itu KSPI menilai penetapan UMP harus menggunakan PP 78/2015.

"Inflasi Januari -Desember diperkirakan sebesar 6,5%. Ditambah pertumbuhan ekonomi, prediksi Litbang Partai Buruh adalah 4,9%. Jika dijumlah, nilainya 11,4%. Kami tambahkan alfa untuk daya beli sebesar 1,6%. Sehingga kenaikan upah yang kami minta adalah 13%," tegas Iqbal.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menaker: Upah Minimum 2023 Relatif Akan Lebih Tinggi Dibanding Tahun Ini"
Penulis : Ade Miranti Karunia
Editor : Erlangga Djumena

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×