Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok lndonesia (Gappri) merespons kabar pergantian Direktur Jenderal alias Dirjen Bea dan Cukai dari Askolani kepada Letjen Djaka Budi Utama.
Ketua Umum Gappri Henry Najoan menyatakan pihaknya menaruh harapan besar kepada Djaka untuk berkomitmen menjaga keberlangsungan lndustri Hasil Tembakau (lHT) legal nasional.
"Pasalnya, IHT berkontribusi 10% penerimaan negara dari cukai hasil tembakau untuk APBN. Belum lagi kontribusi lain, antara lain pajak, penyerapan tenaga kerja (padat karya), dan masih banyak lagi," kata Henry dalam keterangannya, Rabu (21/5/2025).
Baca Juga: Bimo Wijayanto Dirjen Pajak, Letjen Djaka Dirjen Bea Cukai, Berapa Gaji PNS Kemenkeu?
Henry menuturkan, Gappri yang berdiri sejak 1950 di Indonesia memiliki anggota pabrik rokok kretek golongan I, II, dan III. Saat ini anggota Gappri memiliki pangsa pasar 70 persen produksi rokok nasional.
Henry mengatakan, saat ini IHT legal nasional menghadapi berbagai tantangan besar.
Pertama, terdapat 500 peraturan baik fiskal dan non fiskal yang dibebankan pada IHT kretek.
Padatnya aturan (heavy regulated) tersebut berekses negatif di lapangan karena aturan tidak incorporated, lebih banyak mengadopsi kepentingan pesaing bisnis global yang masuk melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC)-WHO.
Baca Juga: Dirjen Bea dan Cukai Dikabarkan Bakal Diisi Orang dari TNI, Ini Kata Pengamat
"Salah satu dampak signifikan akibat padatnya peraturan adalah kinerja penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) tidak mencapai target. Tahun 2024 mencapai Rp 216,9 triliun atau 94,1 persen dari target Rp 230,4 triliun. Produksi rokok legal juga terus mengalami penurunan," ungkap Henry.
Kedua, situasi IHT kretek saat ini memerlukan deregulasi. Pemerintah perlu meninjau ulang atau sinkronisasi peraturan satu dengan lainnya sehingga memberikan rasa keadilan demi cita-cita kemandirian ekonomi nasional.
"Gappri berharap pemerintah tidak menerbitkan kebijakan yang dapat memberatkan IHT kretek, hal itu agar IHT kretek bisa resilien dan memberi peluang pemulihan atas keterpurukan bisnis dan tekanan rokok murah yang tak jelas asal dan produsennya," tuturnya.
Ketiga, keberadaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang peraturan pelaksanaan Undang Undang No 17 tahun 2023 tentang Kesehatan, khususnya pada Bagian XXI Pengamanan Zat Adiktif.
Sebagai contoh, aturan pembatasan nikotin dan tar akan membuat anggota Gappri kesulitan menyesuaikan ketentuan tersebut. Petani tembakau juga akan kesulitan memenuhi ketentuan karena rata-rata tembakau lokal bernikotin tinggi.
Baca Juga: Resmi! Dirjen Pajak dan Dirjen Bea Cukai Diganti
Sementara bahan tambahan di Pasal 32 akan menghilangkan ciri khas produk kretek yang selama ini bahan tambahannya menjadi nilai lebih.
"Pasal-pasal dalam PP 28/2024 menurut kalangan industri rokok menimbulkan kebingungan dan ketidakjelasan. Karena itu, Gappri memohon agar pemerintah meninjau ulang aturan tersebut," tegas Henry.