Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa pemerintah punya rencana untuk meningkatkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) di tahun depan. Namun kebijakan itu justru akan membuat kenaikan inflasi.
Pemerintah Indonesia sekiranya bisa memetik pelajaran dari Arab Saudi. Tahun lalu pemerintah Arab Saudi meningkatkan tarif PPN dari 5% menjadi 15% yang berlaku pada Juni 2020.
Melansir data badan statistisk Arab Saudi, kebijakan fiskal itu membuat inflasi pada Juli 2020 sebesar 6,1% year on year (yoy), melonjak dari posisi Juni yang hanya 0,5%.
Bahkan hingga kini, inflasi di Arab Saudi berada di level 5% pada akhir April 2021. Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan jika pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif PPN, maka akan ada dampak ke inflasi karena sebagian beban akan ditanggung oleh konsumen.
Baca Juga: Menelusuri asal usul rencana kenaikan tarif PPN dan respons pengusaha
Kendati demikian, Faisal menilai dampak kenaikan tarif PPN terhadap inflasi bisa dibatasi jika pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) mampu mengendalikan inflasi harga bergejolak dan harga diatur pemerintah, karena saat ini inflasi inti cenderung sangat rendah.
Menurutnya dalam beberapa tahun ke belakang, pemerintah dan BI berhasil dalam mengendalikan laju inflasi sehingga kredibilitasnya cukup mampu untuk mempengaruhi ekspektasi inflasi di 2022 agar tetap terkendali sesuai target inflasi yang sudah ditetapkan.
“Jadi view saya adalah benar tarif PPN dapat menaikkan inflasi namun saya rasa tidak akan setinggi seperti di Arab Saudi. Dan untuk kasus Arab Saudi kan juga PPN itu naik tiga kali lipat dari 5% ke 15%,” kata Faisal kepada Kontan.co.id, Kamis (6/5).
Baca Juga: Cara Instan Tarif PPN
Faisal mengatakan pemerintah masih perlu mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak terutama dunia usaha untuk meningkatkan tarif PPN.
Kenaikan tarif PPN hanya salah satu opsi dari beberapa pilihan kebijakan yang akan diambil pemerintah guna meningkatkan penerimaan perpajakan, tax ratio, dan upaya menurunkan defisit fiskal ke bawah 3% dari produk domestik bruto (PDB) lagi.
Sehingga dia menilai, opsi perluasan basis pajak adalah yang kemungkinannya paling besar terjadi, terutama untuk e-commerce atau ekonomi digital.
Sebelumnya, sejalan dengan Menkeu, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membeberkan pemerintah akan segera mengajukan revisi aturan terkait kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar tarif pajak atas konsumen tersebut bisa lebih tinggi.
Baca Juga: Pemerintah akan memberikan insentif PPN dan PPh atas sewa untuk sektor ritel
Menko Airlangga menyebutkan saat ini rencana kebijakan PPN tersebut masih dalam pembahasan internal oleh pemerintah. Selain, PPN sederet reformasi perpajakan juga segera diajukan.
“Soal tarif PPN ini pemerintah masih melakukan pembahasan, dan ini juga dikaitkan dengan pembahasan Undang-Undang (UU) yang akan diakujan ke DPR yaitu RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), dan ini seluruhnya akan dibahas oleh pemerintah nanti pada waktunya akan disampaikan,” kata Airlangga saat Konferensi Pers, Rabu (5/5).
Selanjutnya: Jika tarif PPN naik, Hipmi: Bakal menjadi beban bagi dunia usaha
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News