Reporter: Sri Sayekti | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - Praktisi Investasi Berdampak dan CEO Bumandhala Impact Fund, Fikri Syaryadi mengatakan, mengacu data Global Impact Investing Network (GIIN), pada tahun 2024 total aset yang dikelola lewat investasi berdampak (impact investment) di seluruh dunia saat ini sudah lebih dari 1,1 triliun dolar AS atau sekitar Rp 16.927,9 triliun.
Sementara Indonesia sendiri menjadi salah satu pasar yang paling aktif untuk investasi berdampak dengan catatan berhasil menarik investasi sebesar 1,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp 23,08 triliun. Namun pada 2025, diperkirakan investasi berdampak di Indonesia akan meningkat 20 persen dibandingkan dengan tahun 2024.
“Di Indonesia sendiri diperkirakan ada 2025, investasi berdampak di Indonesia akan meningkat 20 persen dibandingkan dengan tahun 2024,” kata Praktisi Investasi Berdampak dan CEO Bumandhala Impact Fund, Fikri Syaryadi, dalam acara Dialog PERSpektif: “Mau Untung Sekaligus Selamatkan Bumi. Bisakah Impact Investing Jadi Solusi?”, di Jakarta, Rabu (5/2).
Dikatakan, nilai investasi yang fantastis ini masih belum cukup untuk mengatasi kebutuhan sosial dan lingkungan yang meningkat di Indonesia.Dipaparkan, investasi berdampak ini umumnya di sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan. Menurutnya, investasi berdampak (impact investment) muncul sebagai salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan lingkungan di Indonesia.
Baca Juga: Ekonomi Global Pulih, Dana Kelolaan Reksadana Diharapkan Meningkat
Fikri mengakui maraknya investasi berdampak, membuka peluang tumbuhnya juga kewirausahaan sosial di Indonesia.“Kewirausahaan sosial menggabungkan fundamental pendirian bisnis mulai dari inovasi ide, tata kelola keuangan, hingga produk akhir yang bertujuan mengatasi isu sosial-lingkungan di masyarakat yang terjadi secara struktural maupun kultural,” jelas Fikri.
Salah satu tantangan utama pengembangkan kewirausahaan sosial adalah keterbatasan pendanaan. Banyak investor beranggapan model bisnis ini sulit menghasilkan profit dan dampak sosialnya sulit diukur.
Di sinilah investasi berdampak berperan dalam mendukung pertumbuhan kewirausahaan sosial. Investasi ini dapat diterapkan di berbagai sektor seperti agrikultur, kehutanan, pengelolaan limbah, dan perikanan. Mengingat Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia, peluang untuk menerapkan skema investasi berdampak dalam sektor-sektor tersebut sangat besar.
“Kewirausahaan sosial muncul sebagai bentuk inovasi jangka panjang sebagai solusi masalah lingkungan dan sosial, yang berasal dari sektor swasta maupun masyarakat, dengan tujuan untuk kebaikan bersama. Namun, perubahan skala besar dan jangka panjang ini tidak mudah dan tidak murah untuk direalisasikan,” lanjut Fikri.
Dipaparkan, berbeda dengan investasi konvensional yang berorientasi pada keuntungan finansial semata, investasi berdampak menitikberatkan pada aspek lingkungan dan sosial. Seorang investor berdampak akan mendanai bisnis yang tidak hanya memperhatikan dampak lingkungannya, tetapi juga secara aktif menitikberatkan kontribusi usahanya dalam menciptakan perubahan positif.
“Investasi berdampak dapat menjembatani kepentingan bisnis berorientasi profit dengan tujuan keberlanjutan lingkungan. Dengan meningkatnya tantangan lingkungan di Indonesia, seperti deforestasi, eksploitasi sumber daya laut, dan pengelolaan limbah, investasi yang mendukung solusi berkelanjutan menjadi semakin mendesak. Tanpa adanya dukungan finansial yang memadai, dampak negatif terhadap lingkungan akan semakin sulit dikendalikan,” ujarnya.
Baca Juga: Risiko Global Hingga Pelemahan Rupiah Pengaruhi Ekonomi Domestik Tahun Ini
Indonesia pernah dikenal sebagai paru-paru dunia berkat luasnya hutan hujan tropis yang dimiliki. Namun, dalam periode 2021-2022, Indonesia kehilangan lebih dari 1.000 km² hutan akibat deforestasi. Selain itu, sektor perikanan mengalami kerugian hingga 26 juta ton ikan per tahun akibat praktik penangkapan ilegal.
Ironisnya, Indonesia juga menjadi salah satu penghasil limbah makanan terbesar kedua di dunia. Di tingkat global, peningkatan emisi karbon yang terus berlangsung semakin memperburuk situasi dan berisiko menyebabkan pemanasan global melebihi 1,5°C.
Di sisi lain, kesadaran masyarakat terhadap dampak lingkungan dari aktivitas bisnis terus meningkat, terutama di kalangan generasi muda.
Sementara itu, Praktisi Lingkungan dan CEO Carbon X, Dessi Yuliana , menyoroti adanya pergeseran perilaku konsumen yang kini lebih mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dalam keputusan pembelian produk.
Baca Juga: Bank Indonesia Waspadai Kenaikan Inflasi Global sebagai Imbas Kebijakan Trump 2.0
Selanjutnya: Harga Aluminium Naik Senin (10/2), Setelah Trump Mengumumkan Tarif Impor Baru di AS
Menarik Dibaca: 4 Platform Crypto Terbaik, Pilihan Para Investor
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News