kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.662.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.280   55,00   0,34%
  • IDX 6.743   -132,96   -1,93%
  • KOMPAS100 996   -6,22   -0,62%
  • LQ45 785   7,24   0,93%
  • ISSI 204   -4,64   -2,22%
  • IDX30 407   4,40   1,09%
  • IDXHIDIV20 490   7,18   1,49%
  • IDX80 114   0,52   0,46%
  • IDXV30 118   0,81   0,69%
  • IDXQ30 135   1,91   1,44%

Bank Indonesia Waspadai Kenaikan Inflasi Global sebagai Imbas Kebijakan Trump 2.0


Minggu, 09 Februari 2025 / 08:05 WIB
Bank Indonesia Waspadai Kenaikan Inflasi Global sebagai Imbas Kebijakan Trump 2.0
ILUSTRASI. Bank Indonesia (BI) memandang kebijakan ekonomi yang diterapkan pemerintahan Donald Trump berpotensi mengerek inflasi di negara tersebut.REUTERS/Andrew Kelly/File Photo GLOBAL BUSINESS WEEK AHEAD


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - BANDA ACEH. Bank Indonesia (BI) memandang kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintahan baru Amerika Serikat (AS) yang dipimpin oleh Presiden Donald Trump berpotensi meningkatkan  inflasi di negara tersebut.

Hal ini berdampak terhadap ketidakpastian global serta mempengaruhi aliran modal ke negara berkembang, termasuk Indonesia.

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) BI Juli Budi Winantya mengatakan, terdapat tiga kebijakan utama yang berkontribusi terhadap lonjakan di AS.

Pertama, kebijakan tarif impor yang diterapkan Trump akan mendorong kenaikan harga barang dan jasa di AS sehingga meningkatkan inflasi dari sisi harga.

Baca Juga: Harga Minyak Terkoreksi pada Jumat (7/2) Pagi, Imbas Janji Trump Naikkan Produksi AS

"Tentunya akan membuat inflasi AS yang tadi dari sisi demand juga akan semakin tinggi, dari sisi tarif juga akan membuat inflasi AS lebih tinggi," ujar Juli dalam Pelatihan Wartawan BI di Banda Aceh, Jumat (7/2).

Kedua, kebijakan pemotongan tarif pajak korporasi turut berperan mendorong permintaan domestik, yang pada akhirnya memicu inflasi lebih tinggi.

Menurutnya, insentif pajak tersebut juga berimplikasi pada meningkatnya defisit fiskal AS, yang membutuhkan pembiayaan lebih besar. Defisit yang meningkat ini akan berdampak pada kenaikan imbal hasil (yield) obligasi AS, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

"Dia (Trump) memotong tax berarti defisitnya meningkat, yang berarti harus melakukan pembiayaan lebih besar," katanya.

Ketiga, kebijakan deportasi atau pengetatan terhadap tenaga kerja ilegal, diperkirakan akan memperketat pasar tenaga kerja di AS, yang juga berpotensi menaikkan tingkat inflasi.

Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi 2024 Melambat, Sri Mulyani: Tahun yang Penuh Dinamika

Oleh karena itu, kombinasi dari ketiga faktor tersebut menyebabkan ekspektasi penurunan suku bunga acuan (Federal Funds Rate/FFR) menjadi lebih tidak pasti.

Dampak dari kebijakan ini juga dirasakan oleh negara berkembang. Dengan imbal hasil obligasi AS yang lebih menarik, terjadi pergeseran aliran modal dari negara berkembang ke AS, yang mengakibatkan berkurangnya capital inflows dan potensi outflows dari pasar negara berkembang.

Selanjutnya: 10 Orang Terkaya di Dunia, Pekan Pertama Februari 2025

Menarik Dibaca: 15 Rekomendasi Daun untuk Mengontrol Kadar Gula Darah Penderita Diabetes

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×