Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta kembali menunda sidang pembacaan vonis politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Izedrik Emir Moeis.
Terdakwa kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uang (PLTU) di Tarahan, Lampung pada tahun 2004 tersebut masih dirawat di rumah sakit lantaran menderita sakit jantung.
"Terdakwa masih dirawat inap di rumah sakit sehingga sidang belum bisa dilanjutkan. Terdakwa masih dibantarkan," kata Ketua Majelis Hakim, Matheus Samiaji di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/4).
Dalam kesempatan ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sempat menyerahkan surat keterangan dokter Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta, ihwal kondisi kesehatan terakhir Emir.
Setelah membuka persidangan, hakim ketua kembali menutup persidangan tersebut. Hakim ketua Matheus akhirnya memutuskan bahwa vonis Emir akan dibacakan dalam persidangan yang digelar pada Senin, 14 April pekan depan pada pukul 09.00 WIB.
"Diminta penuntut umum bila terdakwa sehat bisa dihadirkan di persidangan," kata hakim.
Ini kali kedua sidang pembacaan vonis mantan anggota DPR tersebut ditunda. Sebelumnya, pada Kamis (3/4) lalu hakim juga menunda pembacaan vonis Emir karena malam sebelum vonis tersebut Emir dilarikan ke rumah sakit dari Rumah Tahana (Rutan) KPK. Kala itu, JPU menyebut bahwa Emir harus menjalani rawat inap di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita akibat kambuhnya penyakit jantung.
Dalam kasus ini, Emir didakwa menerima suap US$ 357.000 dari PT Alstom Power Incorporated (Amerika Serikat) melalui Presiden Direktur Pacific Resources Inc., Pirooz Muhammad Sharafih, supaya memenangkan konsorsium Alstom Inc., Marubeni Corporation (Jepang), dan PT Alstom Energy System (Indonesia) dalam proyek tersebut.
Atas perbuatan tersebut, JPU menuntut Emir dengan pidana penjara selama empat tahun enam bulan. Emir juga dituntut dengan pidana denda sebesar Rp 200 juta subsidair lima bulan kurungan.
Emir dianggap terbukti melanggar delik dakwaan kedua yakni Pasal 11 dan Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. span style="margin-top: 0; margin-bottom: 13;">br style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; font-weight: bold;" />