Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Jelang keputusan revisi plan of development (POD) I Blok Masela, polemik mengenai pembangunan fasilitas LNG baik di darat maupun di laut semakin berhembus kencang.
Menteri Kordinator bidang Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli menyatakan bahwa pemerintah akan mengembangkan Blok Masela dengan membangun kilang LNG di darat.
Rizal klaim Presiden Joko Widodo menginginkan proyek Blok Masela bisa membangun ekonomi kawasan Indonesia Timur.
Pembangunan kilang di darat, akan melahirkan industri pupuk dan petrokimia.
Namun menurut Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi, hingga saat ini pemerintah belum juga mengambil keputusan terkait revisi POD I Blok Masela yang telah diajukan oleh Inpex Corporation dan Shell Corporation yang mengelola blok tersebut.
"Jadi sampai hari ini SKK Migas belum menerima dari Menteri ESDM mengenai adanya persetujuan ataupun penolakan revisi POD Blok Masela. Jadi SKK Migas masih menunggu dari Menteri ESDM,"ujar Amien pada Selasa (23/2) di Gedung DPR/MPR RI Jakarta.
Amien pun menegaskan berdasarkan Undang-undang nomor 22 tahun 2001 dan Peraturan Pemerintah nomor 35 tahun 2004 maka hanya Menteri ESDM yang memiliki kewenangan untuk memberi persetujuan atau menolak POD termasuk rekomendasi revisi POD 1 Blok Masela.
Tentunya keputusan terkait POD sesuai dengan arahan Presiden.
Sehingga keputusan tersebut bukan wewenang Menteri Kordinator Maritim dan Sumber Daya.
"Jadi Presiden masih perlu waktu untuk memberi arahan ke Menteri ESDM. Nanti Presiden beri arahan yang terbaik untuk bangsa dan Menteri ESDM memberi keputusan persetujuan atau penolakan revisi POD,"kata Amien.
Amien pun menyebut masyarakat perlu mencatat bahwa revisi POD berisi perubahan dari POD I yang sebelumnya menggunakan fasilitas FLNG dengan kapasitas 2,5 MTPA menjadi FLNG dengan kapasitas 7,5 MTPA.
Jadi hanya sebatas merubah kapasitas dan bukan urusan fasilitas onshore (OLNG) ataupun offshore (FLNG).
Polemik terkait onshore atau offshore pun sebenarnya sudah pernah diperdebatkan pada 2009 dan sudah dipelajari secara detail sehingga diputuskan menggunakan FLNG dengan kapasitas 2,5 MTPA.
Namun jika nantinya revisi POD I Blok Masela ternyata ditolak oleh pemerintah maka nantinya POD tersebut akan dikembalikan kepada Inpex untuk dikaji kembali.
Untuk mengkaji kembali maka harus menyiapkan POD baru. Kemungkinan POD baru bisa selesai pada 2019 atau 2020 dan menbutuhkan waktu 2,5 tahun untuk FID.
Namun jika POD disetujui saat ini maka FID bisa dilakukan lada akhir 2018.
Kalau POD ditolak dan diganti onshore maka FID menjadi sekitar 2022.
Kemudian baru akan konstruksi 4-5 tahun sehingga baru bisa onstream 2027.
"Artinya keputusan yang tidak konsisten akan menunda proyek padahal di industri migas time is money. Jadi semakin ditunda akan semakin mahal. Jadi semakin tidak ekonomis,"ujar Amien.
SKK Migas sejatinya sudah mengirimkan rekomendasi revisi POD I kepada Kementerian ESDM pada 10 September 2015 dengan merekomendasikan FLNG dengan kapasitas 7,5 MTPA.
SKK Migas juga diminta untuk menggunakan jasa konsultan independen mendapatkan rekomendasi revisi POD I Blok Masela yang laporannya sama dengan rekomendasi dari SKK Migas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News