Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof A Chaniago mengatakan, Naskah Akademik RUU Ibu Kota Negara (IKN) yang sekarang sampai draf RUU yang dikirim ke DPR merupakan kelanjutan dari hasil kajian yang telah dikerjakan di tahun 2015.
“Naskah (akademik) yang sekarang sampai draf RUU yang dikirim ke DPR adalah kelanjutan dari apa yang dikerjakan di tahun 2015,” ujar Andrinof dalam diskusi bertajuk “Ibu kota baru untuk siapa” Narasi Institute, Jumat (28/1).
Menurut Andrinof, jika terdapat kalimat pada halaman tertentu dalam naskah akademik yang tidak bagus, hal itu merupakan persoalan kecil. Ia bilang, naskah akademik bukan karya disertasi yang diuji oleh Profesor yang secara teknis semuanya sempurna. “Carilah substansi di dalam naskah (akademik) itu, data – data yang jadi argumentasi, alur logisnya,” kata Andrinof.
Baca Juga: Cemindo Gemilang (CMNT) Menilik Peluang Dari Proyek IKN di Kalimantan Timur
Andrinof mengatakan, aspirasi dan gagasan pemindahan Ibu Kota muncul setiap tahun sejak tahun 2005. Ia bilang, pemindahan Ibu Kota salah satunya untuk memudahkan penataan Jakarta seperti yang terkait polusi, kemacetan dan banjir. “Begitu tekanan nya dikurangi maka Jakarta lebih mudah ditata,” ucap dia.
Andrinof mengatakan, kajian pemindahan IKN juga berdasarkan pengamatan dan review proses pemindahan Ibu Kota di 30 negara yang sudah melakukan pemindahan Ibu Kota. “Jadi secara akademik sangat bisa dipertanggungjawabkan,” terang dia.
Lebih lanjut Andrinof mengatakan, perencanaan Ibu Kota Negara (IKN) bukan proyek oligarki. Menurutnya kajian IKN telah dilakukan secara bertahap dan memperhatikan berbagai aspek. Misalnya untuk menekan ketimpangan ekonomi antar daerah menjadi semakin rendah dan untuk peningkatan investasi.
“Kalau tiba – tiba ini dituduhkan ini proyek oligarki itu misleading namanya,” ujar Andrinof.
Associate Professor Nanyang Technological University Prof Sulfikar Amir menilai, argumentasi pemindahan IKN akan menekan ketimpangan antar wilayah menjadi rendah belum terlalu kuat landasannya.
Apalagi, pada saat yang bersamaan infrastruktur industri, institusi keuangan, lembaga pendidikan terbaik yang ada di Indonesia sebagian besar berada di pulau Jawa, khususnya di wilayah Jabodetabek. “Ini yang sebenarnya belum bisa saya terima secara akal sehat karena tidak ada hitungan – hitungan yang pasti mengenai itu,” ujar Sulfikar.
Ia menyebut, pemindahan IKN tidak serta merta mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di seluruh Indonesia secara merata. Sebab, pertimbangan investor ke suatu daerah karena didukung adanya sumber daya manusia dan infrastruktur yang baik.
“Misalnya kalau kita sudah berhasil membuat Ibu Kota baru di Kalimantan Timur, apakah misalnya Djarum grup mau memindahkan pabriknya ke Kalimantan atau ke Sulawesi dan sebagainya, atau investor lain, apakah mereka mau?,” ujar Sulfikar.
Baca Juga: KSP: Tak Terkait Pemilu 2024, Penunjukan Kepala Otorita IKN Hak Prerogatif Presiden
Selain itu, lanjut Sulfikar, pemindahan Ibu Kota tidak serta merta menyelesaikan permasalahan banjir, kemacetan, maupun yang lingkungan. Sebab, permasalahan tersebut merupakan permasalahan urban yang mesti diselesaikan, tetapi bukan dengan cara melakukan pemindahan Ibu Kota.
“Sebagai seorang akademisi kita harus punya basis yang kuat, rasional dan proses yang partisipatif dan transparan. Karena kita bicara tentang sebuah proyek tidak hanya berskala besar secara finansial, juga berdampak politik dan juga memiliki implikasi sosial bidaya yang luas,” jelas Sulfikar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News