kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo kritik pemanfaat AEoI


Rabu, 05 Februari 2020 / 22:13 WIB
Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo kritik pemanfaat AEoI
ILUSTRASI. Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo kritik pemanfaat AEoI. KOMPAS/HERU SRI KUMORO


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan penerimaan pajak tahun ini bisa tumbuh 23,3% dari realisasi tahun lalu. Meski pada 2019, penerimaan pajak hanya tumbuh 1,4% secara tahunan, pemerintah masih optimistis bisa capai target.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak periode 2001-2006 Hadi Poernomo menyampaikan target tersebut sekiranya harus bisa diukur oleh otoritas pajak saat ini dengan segala upaya.

Menurutnya salah satu langkah strategi yang bisa diterapkan adalah meluruskan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Baca Juga: Ditjen Pajak sisir ke wilayah, siap-siap Jakarta Timur

Sistem perpajakan di Indonesia menganut self assessment di mana tanpa adanya mekanisme link and match maka tidak akan pernah diketahui dengan pasti berapa sesungguhnya total tambahan kemampuan ekonomis dan setiap tambahan kekayaan neto yang diperoleh Wajib Pajak (WP).

Hadi Poernomo menilai untuk dapat sampai pada proses link and match diperlukan data yang terintegrasi secara utuh dan online untuk membandingkan pengakuan yang WP laporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT)-nya dengan fakta yang sebenarnya.

Sayangnya, saat ini kantor pajak belum memiliki seluruh data WP yang dikelola secara terintegrasi dan online dalam suatu pusat data nasional. Data yang dikelola oleh Ditjen Pajak saat ini juga belum utuh karena masih banyak terdapat data yang rahasia sehingga tidak bisa diakses DJP.

Di sisi lain, dewasa ini banyak negara telah memasuki era transparansi untuk tujuan perpajakan. Indonesia juga turut ambil bagian dan sepakat dengan konsep meniadakan rahasia untuk kepentingan penerimaan iuran negara yang dibuktikan dengan ketentuan Pasal 35A Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), dan UU Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan (AEoI).

Baca Juga: Cek kepatuhan wajib pajak, Ditjen Pajak akan buat pusat data terintegrasi

Mantan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ini mengamati Pasal 35A ayat 1 menyebutkan bahwa setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Dirjen Pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Setali tiga uang, berlakunya UU AEoI, sedikit demi sedikit membuka sumbat kendala-kendala perolehan data dalam rangka pengawasan self assessment system pajak.

Kendala yang dibasmi antara lain ketentuan yang mengatur bahwa kreditur dan debitur bank masuk klasifikasi rahasia untuk tujuan pajak yang tertuang dalam Pasal 40 dan Pasal 41 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

“Terbukanya sumbat ini seyogyanya berdampak positif bagi peningkatan penerimaan pajak karena semakin kecil kesempatan perbankan untuk melindungi nasabahnya yang berusaha memiliki kepemilikan dana dari sumber ilegal,” kata dia, Rabu (5/3).

Baca Juga: Tax ratio terkendala penerimaan pajak

Lebih dari dua tahun telah berlalu, namun penerimaan perpajakan belum menunjukkan trend positif seiring terbitnya UU AEoI. “Ini tentu menjadi tanda tanya besar, hal apalagi yang membuat ketentuan yang sudah ada tidak dapat berjalan efektif membuat penerimaan pajak tercapai,” kata Poernomo.

Dia bilang seluruh pihak harus duduk bersama dan meluruskan seluruh ketentuan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis agar betul-betul berlaku lurus sesuai amanat Undang-Undang.

Adapun, Kementerian Keuangan menargetkan penerimaan pajak pada 2020 sebesar Rp 1.642,57 triliun. Angka tersebut naik 4,12% dari target tahun 2019 senilai Rp 1.577,6 triliun. Padahal realisasi penerimaan tahun lalu mengindikasikan shortfall melebar dari target pemerintah yakni Rp 246 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×