Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
Mantan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ini mengamati Pasal 35A ayat 1 menyebutkan bahwa setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Dirjen Pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Setali tiga uang, berlakunya UU AEoI, sedikit demi sedikit membuka sumbat kendala-kendala perolehan data dalam rangka pengawasan self assessment system pajak.
Kendala yang dibasmi antara lain ketentuan yang mengatur bahwa kreditur dan debitur bank masuk klasifikasi rahasia untuk tujuan pajak yang tertuang dalam Pasal 40 dan Pasal 41 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
“Terbukanya sumbat ini seyogyanya berdampak positif bagi peningkatan penerimaan pajak karena semakin kecil kesempatan perbankan untuk melindungi nasabahnya yang berusaha memiliki kepemilikan dana dari sumber ilegal,” kata dia, Rabu (5/3).
Baca Juga: Tax ratio terkendala penerimaan pajak
Lebih dari dua tahun telah berlalu, namun penerimaan perpajakan belum menunjukkan trend positif seiring terbitnya UU AEoI. “Ini tentu menjadi tanda tanya besar, hal apalagi yang membuat ketentuan yang sudah ada tidak dapat berjalan efektif membuat penerimaan pajak tercapai,” kata Poernomo.
Dia bilang seluruh pihak harus duduk bersama dan meluruskan seluruh ketentuan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis agar betul-betul berlaku lurus sesuai amanat Undang-Undang.
Adapun, Kementerian Keuangan menargetkan penerimaan pajak pada 2020 sebesar Rp 1.642,57 triliun. Angka tersebut naik 4,12% dari target tahun 2019 senilai Rp 1.577,6 triliun. Padahal realisasi penerimaan tahun lalu mengindikasikan shortfall melebar dari target pemerintah yakni Rp 246 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News