Reporter: Grace Olivia | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Ekspor tertekan sepanjang tahun ini, begitu juga dengan impor. Padahal, industri umumnya masih membutuhkan impor yang tinggi untuk memproduksi.
Kendati begitu, Suahasil menyatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif kuat jika dibandingkan dengan kondisi pertumbuhan sejumlah negara lainnya. “Kita lihat Singapura bahkan tidak tumbuh atau pertumbuhannya 0% karena sangat terpengaruh kondisi perdagangan. Jepang juga hanya 0,9%, dan yang paling signifikan adalah China yang tumbuhnya makin mendekati level bawah 6%,” terang mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu itu.
Baca Juga: Pemerintah andalkan dana perlindungan sosial jadi penopang pertumbuhan ekonomi 2020
Pertumbuhan konsumsi domestik, lanjutnya, masih menjadi penopang utama PDB dengan porsi mencapai 57,8% dan sumbangsih 1,83% terhadap pendapatan nasional di kuartal ketiga lalu. Suahasil optimistis, dengan kondisi inflasi yang stabil pada kisaran 3% sejak 2015 lalu, serta fungsi stabilisasi APBN yang berjalan efektif, daya beli masyarakat dan pertumbuhan konsumsi domestik bisa tetap tinggi. “Kita berusaha pertumbuhan ekonomi pada level 5% tetap terjaga meski saya mengerti aspirasinya bisa di atas itu,” tandas Suahasil.
Adapun, proyeksi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi kian menjauh dari target awal yaitu sebesar 5,3% dalam APBN 2019. Pada pertengahan tahun, dalam Laporan Semester I APBN 2019, Kemenkeu menurunkan outlook pertumbuhan ekonomi menjadi 5,2%.
Baca Juga: Penerbitan SBN harusnya memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi
Tak berselang lama, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan target pertumbuhan ekonomi yang makin menurun yaitu 5,08%. Proyeksi tersebut memperhitungkan kondisi ekonomi global yang makin tertekan, serta ekonomi domestik yang juga minim katalis. Saat ini, Kemenkeu menetapkan proyeksi pertumbuhan ekonomi hanya pada level 5,05% di akhir tahun 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News