Reporter: Teodosius Domina | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gencar menjerat kepala daerah belakangan ini. Terbaru, lembaga antirasuah ini diam-diam menetapkan Bupati Nganjuk Taufiqurrahman sebagai tersangka.
Sebelumnya, ada beberapa kepala daerah yang dipakaikan rompi oranye, yaitu Walikota Cimahi Atty Suharti Tochija, Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdinan, Bupati Subang Ojang Suhandi, Bupati Sabu Raijua Marthen Dira Tome, dan lain-lain. Dilansir dari situs resmi KPK, setidaknya dalam kurun waktu 2004-2016 ada sekitar 65 kepala daerah yang diurus.
Mengenai kasus Taufiqurrahman, Ketua KPK Agus Rahardjo, bilang modusnya hampir sama dengan kepala daerah yang lain. Mereka menggelembungkan dana proyek yang dibumbui penyuapan.
Sejak pertengahan tahun ini Bupati Nganjuk ini pun sebenarnya sudah dimintai keterangan soal APBD. Namun hanya dalam kapasitas sebagai saksi saja.
"Jadi itu proyek-proyek pembangunan. Ada yang di-mark up, ada suap. Mirip-mirip," kata Agus usai pelantikan 3 orang pejabat baru KPK, Selasa (6/12).
Sementara Senin (5/12) lalu, KPK menjelaskan bahwa walikota Cimahi non aktif ditangkap lantaran menerima suap Rp 500 juta dari pengusaha untuk proyek pembangunan Pasar Atas Baru Cimahi senilai Rp 57 miliar.
Atty dan Itoc, suaminya, sebenarnya dijanjikan uang Rp 6 miliar jika pihak penyuap Triswara Dhanu Brata dan Hendriza Soleh, mendapatkan proyek tersebut. Dua nama terakhir pun juga menyandang status sebagai tersangka.
Sementara Itoc juga dijerat lantaran mantan Walikota Cimahi masih mengendalikan berbagai kebijakan lewat tangan istrinya yang meneruskan jabatannya.
Agus pun sedikit membocorkan alasannya tidak memgumbar status penetapan tersangka seperti kebiasaan dulu lantaran khawatir menghilangkan barang bukti. Pada kasus Bupati Nganjuk ini, KPK memang membuka status tersangka setelah dilakukan penggeledahan.
Padahal sprindik yang diikuti penetapan tersangka sudah ia tanda tangani pekan lalu. "Kami sebenarnya tidak ingin menghilangkan transparansi. Tapi supaya yang kami inginkan didapatkan dulu," kata Agus.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif beberapa waktu lalu memang menyatakan dari sekitar 600 kasus yang ditangani KPK, sebagian dilakukan oleh kader partai politik yang memiliki akses terhadap kekuasaan.
Ia pun mengharapkan parpol menindak tegas sekaligus mencegah hal ini, bukannya KPk. "Saya pikir seharusnya bukan KPK yang membuat program seperti ini tapi dari masing-masing parpol," kata Laode.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News