kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.234.000   12.000   0,54%
  • USD/IDR 16.649   -57,00   -0,34%
  • IDX 8.061   -62,18   -0,77%
  • KOMPAS100 1.116   -6,99   -0,62%
  • LQ45 794   -8,46   -1,05%
  • ISSI 281   -0,59   -0,21%
  • IDX30 416   -5,26   -1,25%
  • IDXHIDIV20 474   -4,96   -1,04%
  • IDX80 123   -1,09   -0,88%
  • IDXV30 132   -1,66   -1,24%
  • IDXQ30 131   -1,19   -0,90%

Mahkamah Konstitusi (MK) Anulir Wajib Tapera, Begini Kata Serikat Pekerja


Selasa, 30 September 2025 / 17:17 WIB
Mahkamah Konstitusi (MK) Anulir Wajib Tapera, Begini Kata Serikat Pekerja
ILUSTRASI. KSPN menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menganulir kewajiban kepesertaan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) bagi pekerja.. ANTARA FOTO/Andry Denisah/nym.


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menganulir kewajiban kepesertaan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) bagi pekerja.

Presiden KSPN Ristadi menyatakan, sejak awal pihaknya menilai skema iuran Tapera tidak logis dan tidak memberikan kepastian bagi pekerja untuk dapat memiliki rumah.

Menurutnya, putusan MK tersebut sejalan dengan keberatan yang telah disuarakan KSPN sejak program ini pertama kali digulirkan. Dia bilang, ada sejumlah alasan mendasar mengapa program Tapera sulit untuk mencapai tujuannya.

Baca Juga: MK Batalkan UU Tapera, Iuran Wajib Disebut Bebani Pekerja dan Pemberi Kerja

“Ini program wajib, tapi tidak ada kepastian si peserta bisa mendapatkan rumah. Ini kan aneh. Kami bersyukur teman-teman lain melakukan judicial review dan dikabulkan,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (30/9).

Ristadi merinci, jika skema pemilikan rumah murni mengandalkan akumulasi iuran sebesar 3%, maka secara matematis mustahil tercapai. Dengan rata-rata upah Rp 3,5 juta, iuran per bulan hanya terkumpul sekitar Rp 105.000. Sementara, harga rumah subsidi paling sederhana saat ini berkisar Rp 250 juta.

“Mau berapa tahun bisa terkumpul Rp 250 juta dari iuran Rp 100 ribuan per bulan? Bisa sampai 2.000 bulan. Ini tidak masuk akal,” tegasnya.

Ristadi berpandangan, kalaupun menggunakan skema kredit pemilikan rumah (KPR) dengan bunga subsidi, mayoritas pekerja berpenghasilan rendah tetap tidak akan lolos verifikasi perbankan.

Pengalaman pada program KPR bersubsidi lainnya menunjukkan banyak pekerja ditolak karena sisa penghasilan mereka sangat minim setelah dipotong cicilan lain dan biaya hidup.

Baca Juga: Mahkamah Konstitusi (MK) Kabulkan Gugatan UU Tapera, Pekerja Tak Wajib Jadi Peserta

Selain itu, ia menilai iuran Tapera hanya akan menambah beban potongan upah pekerja yang sudah banyak, seperti BPJS dan lainnya. Dunia usaha pun ikut terbebani dengan kewajiban membayar iuran 0,5% dari upah pekerja.

Lebih lanjut, Ristadi mendorong pemerintah untuk mengoptimalkan skema yang sudah ada, seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) dari BPJS Ketenagakerjaan.

“Jangan hanya subsidi bunga rendah, tapi berikan subsidi harga rumah. Misalnya, pemerintah menanggung 75% harga rumah lewat APBN, dan masyarakat membayar sisanya 25%. Itu baru menunjukkan negara serius bertanggung jawab,” pungkasnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi perkara nomor 96/PUU-XXII/2024 terkait Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera).

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo dalam sidang yang digelar, Senin (29/9/2025).

Baca Juga: MK Kabulkan Gugatan Uji Materi UU Tapera, Pekerja Tidak Lagi Diwajibkan Jadi Peserta

Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim MK Saldi Isra mengatakan, istilah tabungan dalam program Tapera menimbulkan persoalan bagi pihak-pihak yang terdampak, dalam hal ini pekerja.

Pasalnya, mereka diikuti dengan unsur pemaksaan dengan meletakkan kata wajib sebagai peserta Tapera, sehingga secara konseptual, tidak sesuai dengan karakteristik hakikat tabungan yang sesungguhnya karena tidak lagi terdapat kehendak yang bebas.

"Terlebih, Tapera bukan termasuk dalam kategori pungutan lain yang bersifat memaksa sebagaimana maksud Pasal 23A UUD NRI Tahun 1945 ataupun dalam kategori 'pungutan resmi lainnya'," ucap Saldi.

Selanjutnya: Danantara Siapkan Proyek Pengolahan Sampah Jadi Energi di 33 Kota

Menarik Dibaca: IHSG Berakhir di Zona Merah, Ditutup Turun 0,77% (30/9)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×