Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Cucu usaha Wilmar International Limited, PT Lumbung Padi Indonesia terancam pailit. Sebab, Lumbung kini tengah menghadapi permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dari perusahaan milik konglomerat Hartati Murdaya, PT Berca Hardayaperkasa.
Juni 2018 lalu, 51% kepemilikan Lumbung atau setara 25.500 saham dibeli PT Sentratama Niaga Indonesia senilai Rp 25,50 miliar. Sentratama merupakan entitas anak yang dimiliki langsung dan sepenuhnya oleh Wilmar. Sedangkan bisnis Lumbung ada pada bidang pengolahan gabah dan beras modern terpadu.
Permohonan PKPU ke Lumbung didaftarkan Berca di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 1 November 2018 lalu dengan nomor perkara 161/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Niaga Jkt.Pst.
Relasi hukum antara Berca dan Lumbung terjalin sejak 2013 dari tiga kerjasama. Pertama, Berca menyediakan solusi peranti keras, dan jaringan untuk kepentingan bisnis Lumbung dengan nilai kontrak US$ 40.755, ditambah biaya implementasi senilai Rp 3,14 miliar. Kedua kontrak terjadi pada 2 Desember 2013. Dan terakhir pada 18 November 2016 Berca dan Lumbung kembali menjalin untuk perawatan peranti lunak dengan nilai kontrak Rp 202,31 juta.
Seluruh kewajiban Berca telah ditunaikan, masing-masing pada kontrak oertama rampung 21 Juli 2014, kontrak kedua selesai pada 1 Agustus 2016, dan kontrak ketiga dikerjakan pada 18 November 2016.
"Terhadap invoice-invoice yang diajukan, termohon PKPU tidak melakukan kewajiban pembayaran secara penuh kepada pemohon PKPU, dimana tagihan-tagihan tersebut telah jatuh tempo," tulis Kuasa Hukum Berca Ferry Mahendra dari Kantor Hukum Ferry Mahendra & Sandy Surgana dalam berkas permohonan yang diperoleh Kontan.co.id.
Untuk kontrak pertama, Lumbung masih berutang senilai US$ 17.600 dengan jatuh tempo pada 25 Maret 2015. Kontrak kedua senilai Rp 452,39 juta yang jatuh tempo pada 28 Oktober 2016. Sedangkan kontrak ketiga senilai Rp 202,31 juta sama sekali belum dibayar Lumbung padahal telah jatuh tempo 6 Januari 2017.
Atas tunggakan ini, Berca empat kali mengirimkan somasi: 21 Juni 2017; 7 Juli 2017; 11 Juli 2017; dan 21 Juli 2017. Berkali-kali disomasi, kedua pihak akhirnya bertemu untuk membahas nilai tagihan pada 9 Agustus 2017. Hasilnya, Lumbung dapat diskon untuk kontrak pengadaan peranti keras dan jaringan menjadi US$ 16.600.
"Sehingga dalam permohonan ini, total tagihan termohon PKPU kepada pemohon PKPU adalah US$ 16.600, dan Rp 654,71 juta," sambung Ferry.
Sementara hingga perkara didaftarkan, Lumbung urung menunaikan kewajiban hukumnya. Padahal, pada 20 April 2018, Lumbung kirim surat, menyatakan tetap berkomitmen menunaikan kewajibannya ke Berca.
Dalam permohonannya, Berca juga menggandeng kreditur lain guna memenuhi syarat formil permohonan PKPU sesuai UU 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Ia adalah PT Praba Indopersada yang disebutkan juga memiliki tagihan kepada Lumbung senilai Rp 17,491 miliar.
Sementara ketika dikonfirmasi, Direktur Wilmar Group Indonesia Erik Tjia mengaku belum mengetahui adanya perkara tersebut. "Maaf, saya tidak tahu hal tersebut," balas oesan pendeknya kepada Kontan.co.id, Selasa (6/11).
Sekadar informasi, Berca merupakan penyedia layanan 4G LTE melalui MIFI dan Home Router yang diproduksinya dengan merek Hinet. Jaringan Hinet saat ini baru tersedia di Pekanbaru, Denpasar, dan Makassar.
Pada 2012, nama Berca juga sempat menghiasi pemberitaan nasional. Sebabnya, Direktur Berca kala itu Liem Wendra Halingkar terlibat dugaan korupsi proyek Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Tak kapok, pada 2016, Liem kembali terlibat dugaan korupsi, kali ini atas proyek Sistem Komputerisasi Haji Terpadu di Kementerian Agama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News