Reporter: Petrus Dabu | Editor: Edy Can
JAKARTA. Ada kemajuan dalam rencana program moratorium alias penghentian sementara penebangan hutan. Kementerian Kehutanan dan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) telah sepakat luas hutan yang masuk dalam moratorium seluas 64 juta hektare (ha).
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan, kesepakatan mengenai luas hutan tersebut akan dimasukkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) tentang Moratorium Tebang Hutan yang berlaku selama dua tahun yakni 2011-2012. "Kami sudah ada kesepakatan termasuk juga peta wilayah mana saja yang masuk moratorium," kata Zulkifli, akhir pekan lalu.
Sekadar mengingatkan, sebelumnya terjadi tarik ulur antara Kemenhut dengan UKP4 mengenai moratorium ini. Kemenhut berharap moratorium hanya mencakup hutan primer dan lahan gambut saja. Sementara UKP4 juga memasukkan hutan sekunder dalam moratorium. Alhasil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga saat ini belum juga meneken Inpres moratorium tersebut.
Namun, meski sudah sepakat, Zulkifli menambahkan, kedua belah pihak masih mencari formulasi redaksional yang tepat agar tidak menimbulkan multitafsir. "Petanya sudah kita sepakati, tinggal bagaimana kalimatnya. Itu saja yang berbeda," ujarnya.
Misalnya, papar Menhut, ada kalimat yang menyatakan bahwa moratorium berlaku selama dua tahun sehingga tidak boleh ada alih fungsi kawasan hutan. Namun kalimat selanjutnya menyebutkan bahwa tata ruang juga harus segera diselesaikan. Padahal tata ruang itu adalah patokan pengembangan suatu wilayah, "Ini kan tidak pas kendati persepsinya sama-sama ingin agar ada larangan alih fungsi dan penyelesaian tata ruang, redaksionalnya membingungkan," ujarnya.
Tegakkan hukum
Yuyun Indradi, juru kampanye hutan dari Greenpeace Indonesia mengatakan, jika benar cakupan luas hutan yang dimoratorium mencapai 64 juta ha, maka itu suatu kemajuan. Sebab, berdasarkan data yang mereka peroleh dari Kemenhut, luas hutan yang dimoratorium hanya 40 juta ha yang mencakup hutan primer dan lahan gambut.
Namun, ia menegaskan, dalam moratorium yang terpenting adalah penegakan hukum. Percuma saja moratorium tanpa ada perbaikan penegakan hukum.
Karena itu dia meminta bersamaan dengan moratorium, pemerintah harus meninjau kembali izin penggunaan kawasan hutan yang sudah diberikan pada perusahaan perkebunan maupun pertambangan. "Apakah mereka sudah sesuai dengan prosedur yang benar," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News