Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .
Hal ini dikarenakan nilai ekspornya telah melebihi batas ketentuan kompetitif (competitive needs limitations/CNL). Artinya, produk asam stereat dinilai sudah sangat
berdaya saing dan memiliki pangsa pasar yang sangat baik di pasar AS sehingga tidak perlu lagi mendapatkan perlakuan khusus.
Lebih lanjut, Agus menjelaskan, fasilitas GSP merupakan salah satu isu prioritas dalam hubungan dagang dengan AS. “Pemanfaatan skema ini membuka peluang yang sangat besar bagi peningkatan ekspor Indonesia ke AS,” tegas Agus.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Intenasional Iman Pambagyo menambahkan, pemerintah berharap fasilitas GSP ini bisa dimanfaatkan dengan maksimal.
Baca Juga: Menko Perekonomian Darmin Nasution mengakui ada lobi AS soal pelonggaran GPN
“Saat ini, pemanfaatan tarif preferensi GSP oleh para pelaku usaha baru sekitar 836 produk dari total 3.572 produk. Pemerintah berharap semakin banyak pelaku usaha mengekspor produk-produk yang masuk dalam skema GSP,” ujar Iman.
Produk ekspor utama Indonesia yang diekspor ke AS menggunakan skema GSP adalah ban mobil (US$ 138 juta), kalung emas (US$ 126,6 juta), asam lemak (US$ 102,3 juta), tas tangan dari kulit (US$ 4,8 juta), dan aksesori perhiasan (US$ 69 juta).
Pada 2018, ekspor Indonesia yang menggunakan fasilitas GSP tercatat sebanyak US$ 2,13 miliar dari total ekspor Indonesia ke AS sebesar US$ 18,4 miliar. Pada periode Januari-Desember 2018, Indonesia bisa menghemat sebanyak US$ 101,8 juta melalui pemanfaatan GSP.
Baca Juga: Disebut ada lobi AS terkait GPN, BI mengaku masih fokus atur kartu debit dan QRIS
Jumlah penghematan ini meningkat sebesar US$ 23 juta atau 29% dibandingkan tahun 2017 yang tercatat sebesar US$ 78,8 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News