Sumber: Kompas.com | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA.Direktur Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Soebandrio mengatakan, kegaduhan soal vaksin Nusantara semestinya tidak ada jika semua pihak yang terlibat mengacu pada protokol penelitian yang telah disepakati bersama.
Protokol penelitian itu di antaranya memuat tolok ukur yang digunakan bagi asesor terhadap pengembangan vaksin. Namun, ia melihat ada inkonsistensi terhadap protokol penelitian yang telah dibuat.
"Cara kita menilai apakah penelitian ini berjalan baik atau tidak, fair atau tidak, itu mengacu ke situ. Karena saya melihat masih ada beberapa hint inkonsitensi terhadap protokol yang disepakati," kata Amin dalam diskusi Polemik MNC Trijaya FM, Sabtu (17/4).
Baca Juga: Fakta vaksin Nusantara: Dikembangkan di Amerika Serikat
Menurut dia, pangkal polemik vaksin yang menggunakan sel dendritik itu karena ada kekeliruan dalam menafsirkan protokol penelitian yang seharusnya jadi satu-satunya acuan dalam penilaian penelitian.
Amin mengatakan, jika para peneliti, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta badan penilai lain mengacu pada dokumen yang sama, maka tidak akan muncul polemik.
"Sebetulnya kalau kita semua mengacu ke kaidah ilmiah yang sudah disepakati seharusnya tidak ada polemik," ujarnya.
"Mungkin hulunya dari situ. Artinya, ketika kita menyiapkan dokumen awal yang harus dipegang bersama, itu yang harus dijadikan acuan. Kalau kita keliru menafsirkan dan menerapkan dokumen itu, itu yang menjadi permasalahan," tambah Amin.
Pengembangan vaksin Nusantara menimbulkan pro-kontra karena peneliti melanjutkan ke uji klinik fase dua meski belum ada izin dari BPOM.
Kepala BPOM Penny K Lukito dalam konferensi pers yang diikuti secara daring dari Jakarta, Jumat (16/4), mengatakan, vaksin merupakan produk yang sangat kritis karena menyangkut jiwa manusia dalam penggunaannya.
Oleh sebab itu, seluruh proses pengembangan vaksin harus memerhatikan standar yang berlaku agar manusia yang juga menjadi subjek penelitian dapat terlindungi.
“Tidak hanya untuk melindungi subyek penelitian, standar yang berlaku baik di standar internasional maupun standar di Indonesia harus dipatuhi agar vaksin yang dihasilkan nantinya bermutu dan berdaya saing. Tentunya vaksin tersebut juga memenuhi aspek keamanan, mutu, efektivitas, dan kasiat,” kata Penny.
Terkait dengan pengembangan vaksin Nusantara atau vaksin dendritik, Penny mengatakan, penilaian dari uji klinik fase pertama sudah selesai dilakukan. Dari penilaian tersebut dihasilkan sejumlah catatan yang harus diperbaiki oleh para peneliti sebelum melanjutkan ke fase berikutnya.
“Hasil dari penilaian Badan POM terkait fase pertama dari uji klinik vaksin dendritik menyatakan belum bisa dilanjutkan ke fase kedua. Ini karena ada temuan dan koreksi dari proses uji klinik. Koreksi tersebut harus diperbaiki dulu kalau ingin maju ke fase kedua,” ujarnya.
Baca Juga: Kontroversi vaksin nusantara, 46 tokoh bakal dukung BPOM
Penulis : Tsarina Maharani
Editor : Egidius Patnistik
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "LBM Eijkman: Ada Inkonsistensi Protokol Penelitian Terkait Vaksin Nusantara ".
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News