Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemerintah kembali memberikan sanksi berupa penyaluran dana alokasi umum (DAU) kepada daerah dalam bentuk nontunai. DAU milik daerah itu dikonversi dalam surat perbendaharaan negara (SPN) dengan jatuh tempo tiga bulan. Sanksi DAU nontunai tahap kedua tahun ini rencananya akan disalurkan pada bulan Juli 2016.
Direktur Jenderal (Dirjen) Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemkeu) Boediarso Teguh Widodo mengatakan, besaran DAU yang akan disalurkan dalam bentuk SPN nilainya mencapai Rp 210,66 miliar.
Penyaluran nontunai tersebut diberlakukan terhadap tiga daerah, yakni Provinsi Riau senilaiĀ Rp 61,48 miliar, Jawa Barat Rp 103,92 miliar, dan Kabupaten Berau Rp 45,26 miliar.
Saat ini Kemkeu telah melakukan persiapan penyaluran DAU nontunai hingga penyiapan konsep Keputusan Menteri Keuangan (KMK) serta penyampaian surat permintaan penerbitan SBN dari Dirjen Perimbangan Keuangan kepada Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko (PPR).
"Selanjutnya Dirjen PPR akan menyampaikan permintaan kepada Bank Indonesia untuk melakukan settlement pada tanggal 1 Juli 2016," kata Boediarso, Senin (27/6).
Penyaluran DAU dalam bentuk SPN bulan depan merupakan kali kedua setelah dilakukan pada bulan April 2016 lalu. Sanksi ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 93/PMK.07/2016 tentang Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil dan atau Dana Alokasi Umum dalam Bentuk Nontunai.
Pada April lalu, jumlah DAU yang dikonversi ke dalam bentuk nontunai lebih tinggi, yaitu sebesar Rp 359 miliar. Tak hanya itu, jumlah daerah penerima DAU nontunai April 2016 lalu juga lebih banyak, yaitu enam daerah (Provinsi Riau, Jawa Barat, Banten, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Berau, dan Kabupaten Kutai Timur).
Pemerintah menilai, dengan turunnya besaran DAU yang dikonversi ke dalam bentuk SPN dan jumlah daerah penerimanya, menunjukkan daerah mulai mempercepat penyerapan belanja daerahnya. Dengan peningkatan penyerapan anggaran belanja daerah tersebut, diharapkan akan memberikan multiplier effect bagi perekonomian daerah.
"Dengan disiplin anggaran yang semakin meningkat dan pengelolaan keuangan daerah yang membaik, maka tujuan desentralisasi fiskal, baik melalui penguatan kemampuan perpajakan atau keuangan daerah maupun melalui pemberian berbagai jenis transfer ke daerah akan dapat tercapai," tambahnya.
Berefek sementara
Sebelumnya pemerintah mencatat, jumlah dana yang mengendap di perbankan daerah per akhir Mei 2016 sebesar Rp 246,2 triliun. Posisi tersebut lebih tinggi Rp 7,4 triliun dibandingkan posisi pada akhir bulan sebelumnya yang sebesar Rp 238,8 triliun.
Meski demikian, jumlah tersebut lebih rendah Rp 9,1 triliun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Adapun posisi dana pemda yang menganggur per akhir Mei 2015 sebesar Rp 255,3 triliun.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, penurunan jumlah DAU yang dikonversi memberikan sinyal positif bahwa daerah mulai menyadari kewajibannya. Namun menurutnya, sanksi ini hanya bersifat sementara. "Pemerintah harus memikirkan cara jangka panjang agar daerah bisa menyerap belanjanya secara berkualitas," kata Endi.
Misalnya, lanjut Endi, pemerintah melakukan reformasi birokrasi, menekan indeks korupsi di daerah, dan perlindungan hukum bagi kepala daerah agar tidak takut melakukan realisasi belanja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News